SEJARAH SINGKAT PMII
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa
Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto.Sedangkan di
Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori
oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak
direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU
baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di
Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah
eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar
II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang
karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas
pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember
1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il
Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya
selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan
dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa
pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP
IPNU. Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahsiswa NU senantisa
muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di
Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian
muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di
perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang
juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang
terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1.A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2.M. Said Budairy (Jakarta)
3.M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.Makmun Syukri (Bandung)
5.Hilman (Bandung)
6.Ismail Makki (Yogyakarta)
7.Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8.Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9.Laily Mansyur (Surakarta)
10. Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11. Hizbulloh Huda (Surabaya)
12. M. Kholid Narbuko (Malang)
13. Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said
Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham
Kholid. Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang
bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah
adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta,
Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi
yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan
didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa
Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII
yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari
‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan
singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai
ketua umum, M.Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai
sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk
menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara
resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17
Syawwal 1379 Hijriyah.
Independensi PMII Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah
naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU.
PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun
fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde
Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan
partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi-
organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK,
maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di
Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun
(terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di
Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun
PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang
merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU
tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara
PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya
secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral,
kesamaan background, pada hakekat keduanya tidak bisa dipisahkan.
a.Deklarasi
Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
b. Independensi PMII
Pada
awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan
segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan
tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak
dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi
partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas,
dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai
diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran
realistis. 14 Juli 1972 melalui Mubes ke-III di Murnajati, PMII mencanangkan
independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi
Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat,
diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun PMII mandiri,
ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri
khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa
dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan
NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain. Keterpisahan
PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris
formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada
hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
c. Makna Filosofis
Dari
namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”,
dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika
dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan
kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan
organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan
potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu
berada di dalam kualitas kekhalifahannya. Pengertian “Mahasiswa” adalah
golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai
identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai
insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas
mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial
kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun
sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam”
yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan
haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran
agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam
pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif,
akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif
demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai
segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan
perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya
demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan
pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang
mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
d. Pengurus PB PMII dari masa ke masa
1. Sahabat Mahbub Junaidi (Periode 1960–1967)
Lahir
di Jakarta 27 Juli 1933, Ketua Umum PP.PMII tiga periode, yaitu periode
1960–1961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada saat PMII pertama kali
didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres I PMII di
Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres PMII II di
Kaliurang Yogjakarta. Pada masa kepemimpinan sahabat Mahbub Junaidi inilah PMII
secara politis menjadi sangat populer di dunia kemahasiswaan dan kepemudaan,
sampai pada periode pertama sahabat Zamroni. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum
PWI pusat dan pimpinan Redaksi Harian Duta Masyarakat (1965–1967), ketua dewan
kehormatan PWI (1979 – 1983), anggota DPR GR (1967-1971), Wakil Ketua PB NU
(1984-1989), Wakil sekjen DPP PPP, Anggota DPR/MPR RI (1971-1982), Pencetus
“Khittah Plus”, Ketua Majlis Pendidikan Soekarno dan anggota mustasyar PB NU
(1989-1994).
Dalam
sejarah republik ini, pernah muncul seorang tokoh aktivis mahasiswa yang sangat
multi talenta,bahkan hampir jarang ditemukan sosok yang lengkap seperti dia
saat ini, dia adalah Mahbub Junaidi. Mahbub adalah seorang tokoh satrawan,
jurnalis, organisatoris, agamawan dan politisi. Dalam hal tulis-menulis Mahbub
temasuk sangat piawai pada masanya.
2. Sahabat Muhammad Zamroni (Periode 1967-1973)
Lahir
di Kudus/Jepara Jawa Tengah Tanggal 10 Agustus 1935. Riwayat Pendidikan: SD
Muhammadiyah Kudus (1948), SMP Negeri Kudus (1951), SGHA Yogjakarta (1955),
IAIN Jurusan Pendidikan, Jakarta (1969), Pesantren Bale Tengahan Kudus,
Pesantren Jamsaren Solo, Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Kudus dan Solo.
Karir: Guru Ilmu Pasti , Agama dan Olah Raga PGAN Magelang (1955-1958) Asisten
Sastra Arab IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta (1963-1965), Penata Madya
Pegawai Departemen Agama (1965-1967), Ketua Umum PP PMII dua periode yaitu
periode 1967-1970, hasil kongres PMII III di Malang Jawa Timur.
Dialah
satu-satunya tokoh PMII yang terpilih tanpa kehadiran yang bersangkutan di
arena Kongres, karena pada saat itu dia masih berada di Tokyo Jepang, dalam
rangka operasi jari tangan kanan akibat kecalakaan mobil sewaktu konsolidasi
KAMI ke daerah Serang. Kemudian Periode 1970-1973, hasil Kongres IV PMII di
Makasar Ujungpandang Sulawesi Selatan. Pada masa kepemimpinan sahabat Zamroni
yang ke dua inilah PMII menyatakan diri “Independen”, (dicetuskan di MUBES
II di Murnajati Lawang Malang 1972). Dialah penggagas Independensi PMII.
Pada masa kepemimpinan sahabat Zamroni inilah PMII berkembang sangat pesat
terutama jika dilihat dari segi banyaknya Cabang-cabang yang ada, tidak kurang
dari 120 cabang yang hidup diseluruh Indonesia. Suatu prestasi yang belum
pernah terjadi sebelumnya dan sangat sulit terulang kembali hingga sekarang
ini.
Menjadi
Ketua Persidium KAMI Pusat (mulai pertama dibentuk sampai bubar), Inilah tokoh
PMII, Tokoh Mahasiswa, dan Tokoh Pemuda yang berhasil menggerakkan Mahasiswa
dan Pemuda di seluruh Indonesia berdemonstrasi turun ke jalan menuntut dan
berhasil merontokkan Rezim Orde Lama. Dialah Figur Tokoh angkatan 66. Dialah
tokoh demonstran yang berhasil menumbangkan suatu rezim. Dialah tokoh paling
populer dan terkenal pada masanya, setelah Soekarno. Tokoh idola yang mampu
menjadi “inspirator gerakan” mahasiswa dan pemuda di seluruh nusantara. Dialah
tokoh yang berani berdemonstrasi dan berdebat berhadap-hadapan secara langsung
dengan Presiden Soekarno.
Pernah
menjadi anggota DPR GR/MPRS Fraksi Karya Pembangunan (1967-1971), DPR/MPR RI
Fraksi Partai NU (1971-1977), DPR/MPR RI Fraksi PPP (1977-1983), Ketua Komisi I
DPR RI (1983-1987), dan terakhir sebagai wakil Ketua Komisi X DPR/MPR RI.
penandatangan Deklarasi KNPI (1973), Ketua I DPP PPP (periode Naro), dan wakil
Sekjen PB NU (periode Idham Chalid).
Drs.
HM. Zamroni bin Sarkowi, Berpulang ke Rahmatullah pada dini hari pukul 03.00
WIB, Hari Senen Tanggal 5 Februari 1996, di RS Fatmawati Jakarta Selatan karena
sakit sesak pernafasan dan stroke yang diderita sejak lama. Meninggalkan
seorang Isteri, 3 (tiga) orang putra-putri dan 4 (empat) orang cucu. Dimakamkan
di Pemakaman Khusus Tanah Kusir Jakarta.
3. Sahabat Abduh Paddare (Periode 1973-1977)
Lahir
di Kampung Rambang Makasar Sulawesi Selatan, Tanggal 27 Desember 1938. Ketua
Umum PB. PMII periode 1973-1977, hasil Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat.
Inilah satu-satunya Kongres PMII yang tidak berhasil memilih Ketua Umum.
Pemilihan pengurus dilanjutkan di Wisma Angkatan Laut (di belakang Hotel
Borobudur Jakarta) selama dua malam, belum juga berhasil. Akhirnya acara
pemilihan pengurus itu dilanjutkan di Kantor PB NU. Sahabat Abduh terpilih
sebagai ketua umum PB.PMII untuk periode 1973-1977 setelah bersaing dengan
sahabat Amdir Thahir.
Dil
disebut sebagai Ketua Umum PB PMII yang paling dilematis dalam perjalanan
sejarah PMII, karena dia termasuk salah satu tokoh PMII yang tidak setuju
dengan “Independensi PMII” sehingga dia tidak mau hadir pada acara MUBES II
PMII di Murnajati Lawang Malang, yang melahirkan “Deklarasi Independensi PMII”,
tapi di sisi lain dia harus mengemban amanat “Independensi PMII” sebagai amanat
Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat.
Bersama-sama
dengan Zamroni ia juga sebagai penandatangan Deklarasi Berdirinya KNPI (1973),
menggabungkan PMII menjadi anggota Kelompok Cipayung (1974), menjadi anggota
MPR (1977-1982), DPR/MPR RI (1983-1987), Anggota MPR (1992-1997), Ketua Forum
Komunikasi dan Silaturrahmi Alumni (FOKSIKA) PMII (1988-1991), Wakil Sekjen DPP
PPP (1994-1999) dan Pegawai Negeri Sipil Departemen Agama RI. Alumnus Sarjana
Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, dan Sarjana Lengkap di IAIN
Jakarta.
4. Sahabat Ahmad Bagja (Periode 1977-1981)
Lahir
di Kuningan Jawa Barat 1945, pernah menjadi Ketua Umum Dewan Mahasiswa IKIP
Jakarta, dan Ketua Badan Koordinasi Senat-senat Mahasiswa IKIP se Indonesia
(1970), Ketua Umum PB PMII periode 1977-1981) Wakil Sekjen PB NU (1984-1989 dan
1989-1994), Sekjen PB NU pada periode kepengurusan Gus Dur yang kedua, tokoh
sentral yang paling berpengaruh dalam Kelompok Cipayung. Pada masanya Kelompok
Cipayung benar-benar menjadi kelompok sosial kontrol yang kritis dan berani.
Terpilih sebagai Ketua FOKSIKA menggantikan Abduh Paddare, setelah menang bersaing
dengan Burhanuddin Abdullah (Gubernur BI).
5. Sahabat
Muhyiddin Arubusman (Periode 1981-1984)
6. Sahabat Suryadharma Ali (Periode 1985-1988)
Lahir
di Jakarta, Ketua Umum PB PMII periode 1985-1988 dari hasil Kongres VIII PMII
di Bandung Jawa Barat. Ia terpilih setelah bersaing ketat dengan Iqbal Assegaf,
dengan selisih sangat tipis, hanya satu suara.Asisten Direktur Hero
Supermarket, Wakil Sekjen Asosiasi pedagang, Pengicer dan pertokoan Indonesia
(AP3I), Dewan Pembina PP GP ANSOR, Anggota DPR/MPR RI Fraksi PPP (1999-2004), Menteri
Koperasi dan UKM (2004-2009), Ketua Umum PPP Periode 2007-2011
7. Sahabat Muhammad Iqbal Assegaf (Periode 1988-1991)
Lahir
di Labuha Maluku pada 12 Oktober 1958, Riwayat Pendidikan: SD Islamiyah I
Ternate (1971), Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairat (1972), SMP Negeri Ternate
(1974), SMA Negeri Ternate (1977), Fakultas Kedokteran Hewan IPB (1983),
Institut Of Management IEU Jakarta (1993). Pengalaman Organisasi: Ketua Umum
OSIS SMP Negeri Ternate (1972-1973), Ketua Umum OSIS SMP Negeri Ternate
(1976-1977), Ketua Badan Kerohanian Islam Keluarga Mahasiswa IPB Bogor
(1979-1981), Sekjen Badan Perwakilan Mahasiswa Fak. Kedokteran Hewan IPB Bogor
(1982-1984), Sekjen Majlis Permusyawaratan Mahasiswa IPB Bogor (1982-1984),
Ketua Umum PMII Cabang Bogor (1981-1983), Ketua Umum PB PMII periode
1988-1991, hasil Kongres IX PMII di Asrama Haji Surabaya Jawa Timur, dia
menduduki jabatan sebagai Ketua Umum PB PMII setelah berhasil menang dengan
suara mutlak dari saingannya Syaifullah Maksum.
Setelah
melepas jabatan sebagai Ketua Umum PB PMII, ia langsung menjadi Ketua Dewan
Pembina PB PMII pada periode berikutnya, 1991-1994. Ini baru pertama kali
terjadi dalam organisasi PMII. Wakil Ketua Majlis Pemuda Indonesia (1987-1990),
Anggota Pengurus Group Diskusi Nasional (GDN) Kosgoro (1992-1994), Anggota
Pokja Hankam DPP Golkar (1988-193). Ia adalah tokoh PMII yang pernah menawarkan
sesuatu yang dianggap baru dalam lingkungan dunia kepemudaan di Indonesia
melalui proses “debat langsung” para kandidat Ketua Umum DPP KNPI tahun 1993.
Meski
akhirnya ia dikhianati oleh kadernya sendiri, Ketua Umum PB PMII saat itu (Ali
Masykur Musa) dengan tidak mendukungnya dan meninggalkan di tengah perjalanan,
bahkan Ali Masykur berpaling mendukung calon dari Kosgoro, Maulana Isman,
padahal beberapa hari sebelumnya PB PMII secara resmi mengumumkan secara
terbuka kepada pers, bahwa PMII mencalonkan Iqbal Assegaf sebagai calon Ketua
Umum DPP KNPI, tetapi sebagai kader PMII yang memiliki prinsip dan keyakinan
tinggi, Iqbal jalan terus memperjuangkan nilai dan keyakinannya itu.
Iqbal
adalah Ketua Umum PB PMII yang relatif dianggap paling sukses memimpin dan
membesarkan PMII, setelah Mahbub dan Zamroni. Ia pernah bersikap sangat tegas
menolak gagasan dan saran sebagian tokoh dan kiai-kiai NU yang menginginkan
agar PMII kembali “Dependen dengan NU”. Sikap tegas itu ia tunjukkan dengan
mengeluarkan keputusan “Penegasan Cibogo”. Sehubungan dengan itu, ia pernah
megeluarkan statemen “PMII dengan rendah hati siap menerima pendapat, gagasan,
dan saran, bahkan kritik dari siapapun, tetapi keputusan tetap berada di tangan
PMII”. Itulah cermin dari sikap seorang pemimpin yang independen.
Direktur
Utama PT Shahanaz Swamandiri, ketua Tim Asistensi Departemen Pemenangan Pemilu
DPP Golkar dan wakil ketua POKJA Depnaker-Rabithatul Ma’ahid Islamiah (RMI),
Ketua Umum PP GP ANSOR, menggantikan Slamet Effendy Yusuf. Ia terpilih sebagai
Ketua Umum pada Kongres GP ANSOR setelah bersaing ketat dengan Khoirul Anam
(Ketua GP ANSOR Jawa Timur) yang konon mendapat restu dan dukungan dari Gus Dur
(Ketua umum PB NU) Ia berhasil menembus peraturan yang mensyaratkan seorang
calon ketua harus pernah menjadi pengurus GP ANSOR setidaknya satu periode
kepengurusan. Ia berhasil meyakinkan peserta kongres untuk mengesampingkan
peraturan tersebut, bahkan ia sukses menafikan pengaruh Gus Dur di Arena
Kongres tersebut. Drh. Muhammad Iqbal Assegaf, meninggal pada hari… tanggal…
1999, kerena kecelakaan Mobil di Jalan Tol…. Menuju kearah Tangjung Priok.
Meninggalkan seorang isteri dan 3 orang anak.
8. Sahabat Ali Masykur Musa (Periode 1991-1994)
Lahir
di Tulung Agung Jawa Timur dan menjadi Ketua Umum PB PMII periode 1991-1994,
dari hasil Kongres X PMII di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, dengan tema,
“Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pembangunan Masyarakat Religius.” Ia terpilih
setelah bersaing ketat dengan kandidat lainnya yaitu Endin AJ Sofihara, Idrus
Marham Putra dan Fajrul Falah (yang terakhir ini gugur pada tahap
pencalonan) Angota DPR / MPR RI dari Fraksi PKB, Ketua Fraksi PKB
DPR (1999-2004), anggota DPR / MPR RI (2004-2009), peraih suara terbanyak untuk
semua calon-calon anggota legeslatif tingkat pusat dari daerah pemilihan Jawa
Timur, Ketua DPP PKB (1999-2004) dan Wakil Ketua Umum DPP PKB hasil
Kongres PKB Semarang (2004-2009). Ketua GM Kosgoro (…) dll
9. Sahabat Muhaimin Iskandar (Periode 1994-1997)
Lahir
di Jombang Jawa Timur 1966, Pernah terjun dalam dunia Jurnalistik pada Tabloit
DeTik. Alimni Fisipol UGM Yogjakarta. Ketua Umum PB PMII periode 1994-1997,
hasil Kongres XI PMII di Kutai Kertanegara Kalimantan, dengan tema, “Moralitas,
Pemberdayaan Masyarakat dan Integrasi Nasional.” Karir politiknya:
Anggota DPR/MPR RI Fraksi PKB (1999-2004), Ketua Fraksi PKB DPR RI (1999-2004),
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB (menggantikan posisi Dra. Khofifah
Indarparawansa yang diangkat sebagai Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan pada
masa Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid) Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB
(1999-2004), Sekjen DPP PKB (1998-2003) pada masa kepemimpinan Matori Abdul
Jalil, Ketua DPP PKB (…), Sekjen DPP PKB lagi menggantikan posisi Syaifullah
Yusuf yang diangkat sebagai Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal pada Kabinet
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketua Umum DPP PKB hasil Muktamar PKB
di Semarang Jawa Tengah (2005-2010).
10. Sahabat Syaiful Bahri Anshori (Periode 1997-2000)
Ketua
Umum PB PMII periode 1997-2000, hasil Kongres XII PMII di Asrama Haji Sukolilo
Surabaya Jawa Timur, 1-5 Desember 1997, dengan tema, “Revitalisasi Tradisi,
Pengokohan Demokrasi dan Pemandirian Masyarakat Menghadapai Tantangan Global.”
Pada Kongres kali inilah mulai muncul gejala anarkhi dari peserta kongres,
seperti baku hantam dan saling lempar kursi. Ia terpilih sebagai Ketua Umum PB
PMII setelah bersaing dengan sahabat Chatibul Umam Wirano, Munawar Fuad Noeh.
11.
Sahabat
Nusron Wahid (Periode 2000-2003)
Lahir
di Jepara Jawa Tengah, Ketua Umum PB PMII periode 2000-2003, hasil Kongres XIII
PMII di Medan Sumatra Utara. Anggota DPR/MPR RI dari Fraksi Golkar (2004-2009)
dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Sekretaris Majelis Pembina Nasional PB PMII
Periode 2005-2007.
12. Sahabat A Malik Haramain (Periode 2003-2005)
Lahir
di Probolinggo Jawa Timur, 3 Mei 1972. Pendidikan dasar di tempuh di MI Ihya’ul
Islam, MTs Roudlotut Tholibin di Probolinggo. Sambil nyantri di PP. Roudlotut
Tholibin, melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Probolinggo. Kemudian melanjutkan
studi ke Universitas Merdeka Malang (Unmer) Lulus tahun 1977, selama menjadi
mahasiswa ia juga nyantri di PP. Miftahul Huda Gading Malang. Studi program S2
di UI Jakarta dan lulus tahun 2003.
Karir
Organisasi dimulai sebagai Ketua Departemen Penalaran Senat Mahasiswa Fisipol
Unmer Malang. Aktif di PMII di mulai sejak tahun 1993 sebagai Ketua Komisariat
PMII Merdeka Malang, Ketua Bidang II PMII Cabang Kota Malang (1995),
Ketua Umum PMII Cabang Kota Malang (1996), Wakil Sekjen PB PMII
(1997-2000),Ketua Umum PB PMII Periode 2003-2005, hasil Kongres XIV PMII di
Kutai Kertanegara Kalimantan Timur.
Selain
itu ia juga pernah aktif dan dipercaya menjadi koordinator kajian di Pusat
Studi dan Pengembangan Kebudayaan (PUSPeK) Averroes (Averroes Community).
Buku-buku yang pernah ditulis antara lain: Mengawal Transisi, Refleksi atas
Pemantauan Pemilu 1999 (Jakarta 1999), PMII di Singpang Jalan, Pustaka Pelajar
(Yogjakarta 1999) Menjadi Kontributor tulisan: Pemikiran-pemikiran Revolusioner
Antonio Gramci Be(rtanya)lajar lagi pada kesalahan Karl Marx (Averroes Press
dan Pustaka Pelajar 2000). Politik Indonesia dalam Masa Transisi (Upaya Menuju
Sistem Politik Demokratis). Oposisi, Upaya Mengawal Transisi, Aktivisme Politik
Islam dalam Babakan Politik Indonesia. Gus Dus, Militer dan Politik (LKiS
Yogjakarta). Neraca Gus Dur di Panggung Kekuasaan, Lakpesdam (Jakarta 2002),
Sketsa Pergerakan: Kritik-Otokritik Gerakan PMII, (Fajar Pustaka 2003), Saat
ini ia menjadi staf ahli Komisi I DPR RI dan menjadi staf pengajar di
Pascasarjana UI untuk program studi Kajian Timur Tengah dan Islam.
Buku-buku
yang pernah diterbitkan PB PMII pada periode ini antara lain: PMII dalam
Simpul-simpul Sejarah Perjuangan; PMII 1960-1985 (Fauzan Alfas) Untukmu Satu
Tanah Airku, Untukmu Satu Keyakinanku; Menuju Karifan Bernegara; Kilas Balik
Perjuangan Zamroni. Pada periode inilah PB PMII mempunyai kantor sekretariat
sendiri secara permanen.
13. Sahabat Herry Azzumi (Periode 2005-2008)
Lahir
di Trenggalek Jawa Timur, Ketua Umum PB PMII Periode 2005-2007, dari hasil
Kongres XV PMII di Bogor Jawa Barat.
14. Sahabat Muhammad Rodli Kaelani (2008-2011)
Lahir di Manado 1 April
1978. Saat ini menjadi ketua PANDU Indonesia, sayap muda PAN.
15.
Sahabat
Addin Jauharuddin (2011-2014)
16.
Sahabat
Aminuddin Ma'ruf (2014-sekarang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar