Jumat, 06 November 2015

SEJARAH SINGKAT PMII



SEJARAH SINGKAT PMII
                          
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa’il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma’il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU. Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahsiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:

1.A. Khalid Mawardi (Jakarta)
2.M. Said Budairy (Jakarta)
3.M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.Makmun Syukri (Bandung)
5.Hilman (Bandung)
6.Ismail Makki (Yogyakarta)
7.Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8.Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9.Laily Mansyur (Surakarta)
10.       Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11.       Hizbulloh Huda (Surabaya)
12.       M. Kholid Narbuko (Malang)
13.       Ahmad Hussein (Makassar)

Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid. Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M.Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
Independensi PMII Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain. Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya tidak bisa dipisahkan.

a.Deklarasi

Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.


b.                   Independensi PMII

Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1972 melalui Mubes ke-III di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII. Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain. Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.

c. Makna Filosofis

Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya. Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.

d.                   Pengurus PB PMII dari masa ke masa

1. Sahabat Mahbub Junaidi (Periode 1960–1967)

Lahir di Jakarta 27 Juli 1933, Ketua Umum PP.PMII tiga periode, yaitu periode 1960–1961, hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin pada saat PMII pertama kali didirikan di Surabaya Jawa Timur. Periode 1961-1963, Hasil Kongres I PMII di Tawangmangu Jawa Barat. Dan Periode 1963-1967, hasil Kongres PMII II di Kaliurang Yogjakarta. Pada masa kepemimpinan sahabat Mahbub Junaidi inilah PMII secara politis menjadi sangat populer di dunia kemahasiswaan dan kepemudaan, sampai pada periode pertama sahabat Zamroni. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum PWI pusat dan pimpinan Redaksi Harian Duta Masyarakat (1965–1967), ketua dewan kehormatan PWI (1979 – 1983), anggota DPR GR (1967-1971), Wakil Ketua PB NU (1984-1989), Wakil sekjen DPP PPP, Anggota DPR/MPR RI (1971-1982), Pencetus “Khittah Plus”, Ketua Majlis Pendidikan Soekarno dan anggota mustasyar PB NU (1989-1994).
Dalam sejarah republik ini, pernah muncul seorang tokoh aktivis mahasiswa yang sangat multi talenta,bahkan hampir jarang ditemukan sosok yang lengkap seperti dia saat ini, dia adalah Mahbub Junaidi. Mahbub adalah seorang tokoh satrawan, jurnalis, organisatoris, agamawan dan politisi. Dalam hal tulis-menulis Mahbub temasuk sangat piawai pada masanya.

2. Sahabat Muhammad Zamroni (Periode 1967-1973)

Lahir di Kudus/Jepara Jawa Tengah Tanggal 10 Agustus 1935. Riwayat Pendidikan: SD Muhammadiyah Kudus (1948), SMP Negeri Kudus (1951), SGHA Yogjakarta (1955), IAIN Jurusan Pendidikan, Jakarta (1969), Pesantren Bale Tengahan Kudus, Pesantren Jamsaren Solo, Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Kudus dan Solo. Karir: Guru Ilmu Pasti , Agama dan Olah Raga PGAN Magelang (1955-1958) Asisten Sastra Arab IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta (1963-1965), Penata Madya Pegawai Departemen Agama (1965-1967), Ketua Umum PP PMII dua periode yaitu periode 1967-1970, hasil kongres PMII III di Malang Jawa Timur.
Dialah satu-satunya tokoh PMII yang terpilih tanpa kehadiran yang bersangkutan di arena Kongres, karena pada saat itu dia masih berada di Tokyo Jepang, dalam rangka operasi jari tangan kanan akibat kecalakaan mobil sewaktu konsolidasi KAMI ke daerah Serang. Kemudian Periode 1970-1973, hasil Kongres IV PMII di Makasar Ujungpandang Sulawesi Selatan. Pada masa kepemimpinan sahabat Zamroni yang ke dua inilah PMII menyatakan diri “Independen”, (dicetuskan di MUBES II di Murnajati Lawang Malang 1972). Dialah penggagas Independensi PMII. Pada masa kepemimpinan sahabat Zamroni inilah PMII berkembang sangat pesat terutama jika dilihat dari segi banyaknya Cabang-cabang yang ada, tidak kurang dari 120 cabang yang hidup diseluruh Indonesia. Suatu prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat sulit terulang kembali hingga sekarang ini.
Menjadi Ketua Persidium KAMI Pusat (mulai pertama dibentuk sampai bubar), Inilah tokoh PMII, Tokoh Mahasiswa, dan Tokoh Pemuda yang berhasil menggerakkan Mahasiswa dan Pemuda di seluruh Indonesia berdemonstrasi turun ke jalan menuntut dan berhasil merontokkan Rezim Orde Lama. Dialah Figur Tokoh angkatan 66. Dialah tokoh demonstran yang berhasil menumbangkan suatu rezim. Dialah tokoh paling populer dan terkenal pada masanya, setelah Soekarno. Tokoh idola yang mampu menjadi “inspirator gerakan” mahasiswa dan pemuda di seluruh nusantara. Dialah tokoh yang berani berdemonstrasi dan berdebat berhadap-hadapan secara langsung dengan Presiden Soekarno.
Pernah menjadi anggota DPR GR/MPRS Fraksi Karya Pembangunan (1967-1971), DPR/MPR RI Fraksi Partai NU (1971-1977), DPR/MPR RI Fraksi PPP (1977-1983), Ketua Komisi I DPR RI (1983-1987), dan terakhir sebagai wakil Ketua Komisi X DPR/MPR RI. penandatangan Deklarasi KNPI (1973), Ketua I DPP PPP (periode Naro), dan wakil Sekjen PB NU (periode Idham Chalid).
Drs. HM. Zamroni bin Sarkowi, Berpulang ke Rahmatullah pada dini hari pukul 03.00 WIB, Hari Senen Tanggal 5 Februari 1996, di RS Fatmawati Jakarta Selatan karena sakit sesak pernafasan dan stroke yang diderita sejak lama. Meninggalkan seorang Isteri, 3 (tiga) orang putra-putri dan 4 (empat) orang cucu. Dimakamkan di Pemakaman Khusus Tanah Kusir Jakarta.

3. Sahabat Abduh Paddare (Periode 1973-1977)

Lahir di Kampung Rambang Makasar Sulawesi Selatan, Tanggal 27 Desember 1938. Ketua Umum PB. PMII periode 1973-1977, hasil Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat. Inilah satu-satunya Kongres PMII yang tidak berhasil memilih Ketua Umum. Pemilihan pengurus dilanjutkan di Wisma Angkatan Laut (di belakang Hotel Borobudur Jakarta) selama dua malam, belum juga berhasil. Akhirnya acara pemilihan pengurus itu dilanjutkan di Kantor PB NU. Sahabat Abduh terpilih sebagai ketua umum PB.PMII untuk periode 1973-1977 setelah bersaing dengan sahabat Amdir Thahir.
Dil disebut sebagai Ketua Umum PB PMII yang paling dilematis dalam perjalanan sejarah PMII, karena dia termasuk salah satu tokoh PMII yang tidak setuju dengan “Independensi PMII” sehingga dia tidak mau hadir pada acara MUBES II PMII di Murnajati Lawang Malang, yang melahirkan “Deklarasi Independensi PMII”, tapi di sisi lain dia harus mengemban amanat “Independensi PMII” sebagai amanat Kongres V PMII di Ciloto Jawa Barat.
Bersama-sama dengan Zamroni ia juga sebagai penandatangan Deklarasi Berdirinya KNPI (1973), menggabungkan PMII menjadi anggota Kelompok Cipayung (1974), menjadi anggota MPR (1977-1982), DPR/MPR RI (1983-1987), Anggota MPR (1992-1997), Ketua Forum Komunikasi dan Silaturrahmi Alumni (FOKSIKA) PMII (1988-1991), Wakil Sekjen DPP PPP (1994-1999) dan Pegawai Negeri Sipil Departemen Agama RI. Alumnus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, dan Sarjana Lengkap di IAIN Jakarta.

4. Sahabat Ahmad Bagja (Periode 1977-1981)

Lahir di Kuningan Jawa Barat 1945, pernah menjadi Ketua Umum Dewan Mahasiswa IKIP Jakarta, dan Ketua Badan Koordinasi Senat-senat Mahasiswa IKIP se Indonesia (1970), Ketua Umum PB PMII periode 1977-1981) Wakil Sekjen PB NU (1984-1989 dan 1989-1994), Sekjen PB NU pada periode kepengurusan Gus Dur yang kedua, tokoh sentral yang paling berpengaruh dalam Kelompok Cipayung. Pada masanya Kelompok Cipayung benar-benar menjadi kelompok sosial kontrol yang kritis dan berani. Terpilih sebagai Ketua FOKSIKA menggantikan Abduh Paddare, setelah menang bersaing dengan Burhanuddin Abdullah (Gubernur BI).

5. Sahabat Muhyiddin Arubusman (Periode 1981-1984)

6. Sahabat Suryadharma Ali (Periode 1985-1988)
Lahir di Jakarta, Ketua Umum PB PMII periode 1985-1988 dari hasil Kongres VIII PMII di Bandung Jawa Barat. Ia terpilih setelah bersaing ketat dengan Iqbal Assegaf, dengan selisih sangat tipis, hanya satu suara.Asisten Direktur Hero Supermarket, Wakil Sekjen Asosiasi pedagang, Pengicer dan pertokoan Indonesia (AP3I), Dewan Pembina PP GP ANSOR, Anggota DPR/MPR RI Fraksi PPP (1999-2004), Menteri Koperasi dan UKM (2004-2009), Ketua Umum PPP Periode 2007-2011

7. Sahabat Muhammad Iqbal Assegaf (Periode 1988-1991)

Lahir di Labuha Maluku pada 12 Oktober 1958, Riwayat Pendidikan: SD Islamiyah I Ternate (1971), Madrasah Ibtidaiyah Al-Khairat (1972), SMP Negeri Ternate (1974), SMA Negeri Ternate (1977), Fakultas Kedokteran Hewan IPB (1983), Institut Of Management IEU Jakarta (1993). Pengalaman Organisasi: Ketua Umum OSIS SMP Negeri Ternate (1972-1973), Ketua Umum OSIS SMP Negeri Ternate (1976-1977), Ketua Badan Kerohanian Islam Keluarga Mahasiswa IPB Bogor (1979-1981), Sekjen Badan Perwakilan Mahasiswa Fak. Kedokteran Hewan IPB Bogor (1982-1984), Sekjen Majlis Permusyawaratan Mahasiswa IPB Bogor (1982-1984), Ketua Umum PMII Cabang Bogor (1981-1983),  Ketua Umum PB PMII periode 1988-1991, hasil Kongres IX PMII di Asrama Haji Surabaya Jawa Timur, dia menduduki jabatan sebagai Ketua Umum PB PMII setelah berhasil menang dengan suara mutlak dari saingannya Syaifullah Maksum.
Setelah melepas jabatan sebagai Ketua Umum PB PMII, ia langsung menjadi Ketua Dewan Pembina PB PMII pada periode berikutnya, 1991-1994. Ini baru pertama kali terjadi dalam organisasi PMII. Wakil Ketua Majlis Pemuda Indonesia (1987-1990), Anggota Pengurus Group Diskusi Nasional (GDN) Kosgoro (1992-1994), Anggota Pokja Hankam DPP Golkar (1988-193). Ia adalah tokoh PMII yang pernah menawarkan sesuatu yang dianggap baru dalam lingkungan dunia kepemudaan di Indonesia melalui proses “debat langsung” para kandidat Ketua Umum DPP KNPI tahun 1993.
Meski akhirnya ia dikhianati oleh kadernya sendiri, Ketua Umum PB PMII saat itu (Ali Masykur Musa) dengan tidak mendukungnya dan meninggalkan di tengah perjalanan, bahkan Ali Masykur berpaling mendukung calon dari Kosgoro, Maulana Isman, padahal beberapa hari sebelumnya PB PMII secara resmi mengumumkan secara terbuka kepada pers, bahwa PMII mencalonkan Iqbal Assegaf sebagai calon Ketua Umum DPP KNPI, tetapi sebagai kader PMII yang memiliki prinsip dan keyakinan tinggi, Iqbal jalan terus memperjuangkan nilai dan keyakinannya itu.
Iqbal adalah Ketua Umum PB PMII yang relatif dianggap paling sukses memimpin dan membesarkan PMII, setelah Mahbub dan Zamroni. Ia pernah bersikap sangat tegas menolak gagasan dan saran sebagian tokoh dan kiai-kiai NU yang menginginkan agar PMII kembali “Dependen dengan NU”. Sikap tegas itu ia tunjukkan dengan mengeluarkan keputusan “Penegasan Cibogo”. Sehubungan dengan itu, ia pernah megeluarkan statemen “PMII dengan rendah hati siap menerima pendapat, gagasan, dan saran, bahkan kritik dari siapapun, tetapi keputusan tetap berada di tangan PMII”. Itulah cermin dari sikap seorang pemimpin yang independen.
Direktur Utama PT Shahanaz Swamandiri, ketua Tim Asistensi Departemen Pemenangan Pemilu DPP Golkar dan wakil ketua POKJA Depnaker-Rabithatul Ma’ahid Islamiah (RMI), Ketua Umum PP GP ANSOR, menggantikan Slamet Effendy Yusuf. Ia terpilih sebagai Ketua Umum pada Kongres GP ANSOR setelah bersaing ketat dengan Khoirul Anam (Ketua GP ANSOR Jawa Timur) yang konon mendapat restu dan dukungan dari Gus Dur (Ketua umum PB NU) Ia berhasil menembus peraturan yang mensyaratkan seorang calon ketua harus pernah menjadi pengurus GP ANSOR setidaknya satu periode kepengurusan. Ia berhasil meyakinkan peserta kongres untuk mengesampingkan peraturan tersebut, bahkan ia sukses menafikan pengaruh Gus Dur di Arena Kongres tersebut. Drh. Muhammad Iqbal Assegaf, meninggal pada hari… tanggal… 1999, kerena kecelakaan Mobil di Jalan Tol…. Menuju kearah Tangjung Priok. Meninggalkan seorang isteri dan 3 orang anak.

8. Sahabat Ali Masykur Musa (Periode 1991-1994)

Lahir di Tulung Agung Jawa Timur dan menjadi Ketua Umum PB PMII periode 1991-1994, dari hasil Kongres X PMII di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, dengan tema, “Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pembangunan Masyarakat Religius.” Ia terpilih setelah bersaing ketat dengan kandidat lainnya yaitu Endin AJ Sofihara, Idrus Marham Putra dan Fajrul Falah (yang terakhir ini gugur pada tahap pencalonan) Angota DPR / MPR RI dari Fraksi PKB, Ketua Fraksi PKB DPR (1999-2004), anggota DPR / MPR RI (2004-2009), peraih suara terbanyak untuk semua calon-calon anggota legeslatif tingkat pusat dari daerah pemilihan Jawa Timur, Ketua DPP PKB (1999-2004)  dan Wakil Ketua Umum DPP PKB hasil Kongres PKB Semarang (2004-2009). Ketua GM Kosgoro (…) dll

 

9. Sahabat Muhaimin Iskandar (Periode 1994-1997)

Lahir di Jombang Jawa Timur 1966, Pernah terjun dalam dunia Jurnalistik pada Tabloit DeTik. Alimni Fisipol UGM Yogjakarta. Ketua Umum PB PMII periode 1994-1997, hasil Kongres XI PMII di Kutai Kertanegara Kalimantan, dengan tema, “Moralitas, Pemberdayaan Masyarakat dan Integrasi Nasional.” Karir politiknya:  Anggota DPR/MPR RI Fraksi PKB (1999-2004), Ketua Fraksi PKB DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB (menggantikan posisi Dra. Khofifah Indarparawansa yang diangkat sebagai Mentri Negara Pemberdayaan Perempuan pada masa Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid) Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB (1999-2004), Sekjen DPP PKB (1998-2003) pada masa kepemimpinan Matori Abdul Jalil, Ketua DPP PKB (…), Sekjen DPP PKB lagi menggantikan posisi Syaifullah Yusuf yang diangkat sebagai Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal pada Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  Ketua Umum DPP PKB hasil Muktamar PKB di Semarang Jawa Tengah (2005-2010).

 

10.            Sahabat Syaiful Bahri Anshori (Periode 1997-2000)

Ketua Umum PB PMII periode 1997-2000, hasil Kongres XII PMII di Asrama Haji Sukolilo Surabaya Jawa Timur, 1-5 Desember 1997, dengan tema, “Revitalisasi Tradisi, Pengokohan Demokrasi dan Pemandirian Masyarakat Menghadapai Tantangan Global.” Pada Kongres kali inilah mulai muncul gejala anarkhi dari peserta kongres, seperti baku hantam dan saling lempar kursi. Ia terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII setelah bersaing dengan sahabat Chatibul Umam Wirano, Munawar Fuad Noeh.


11.            Sahabat Nusron Wahid (Periode 2000-2003)
Lahir di Jepara Jawa Tengah, Ketua Umum PB PMII periode 2000-2003, hasil Kongres XIII PMII di Medan Sumatra Utara. Anggota DPR/MPR RI dari Fraksi Golkar (2004-2009) dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Sekretaris Majelis Pembina Nasional PB PMII Periode 2005-2007.

 

12.            Sahabat A Malik Haramain (Periode 2003-2005)

Lahir di Probolinggo Jawa Timur, 3 Mei 1972. Pendidikan dasar di tempuh di MI Ihya’ul Islam, MTs Roudlotut Tholibin di Probolinggo. Sambil nyantri di PP. Roudlotut Tholibin, melanjutkan pendidikan di SMAN 3 Probolinggo. Kemudian melanjutkan studi ke Universitas Merdeka Malang (Unmer) Lulus tahun 1977, selama menjadi mahasiswa ia juga nyantri di PP. Miftahul Huda Gading Malang. Studi program S2 di UI Jakarta dan lulus tahun 2003.
Karir Organisasi dimulai sebagai Ketua Departemen Penalaran Senat Mahasiswa Fisipol Unmer Malang. Aktif di PMII di mulai sejak tahun 1993 sebagai Ketua Komisariat PMII Merdeka Malang, Ketua Bidang II PMII Cabang Kota Malang (1995),  Ketua Umum PMII Cabang Kota Malang (1996), Wakil Sekjen PB PMII (1997-2000),Ketua Umum PB PMII Periode 2003-2005, hasil Kongres XIV PMII di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur.
Selain itu ia juga pernah aktif dan dipercaya menjadi koordinator kajian di Pusat Studi dan Pengembangan Kebudayaan (PUSPeK) Averroes (Averroes Community). Buku-buku yang pernah ditulis antara lain: Mengawal Transisi, Refleksi atas Pemantauan Pemilu 1999 (Jakarta 1999), PMII di Singpang Jalan, Pustaka Pelajar (Yogjakarta 1999) Menjadi Kontributor tulisan: Pemikiran-pemikiran Revolusioner Antonio Gramci Be(rtanya)lajar lagi pada kesalahan Karl Marx (Averroes Press dan Pustaka Pelajar 2000). Politik Indonesia dalam Masa Transisi (Upaya Menuju Sistem Politik Demokratis). Oposisi, Upaya Mengawal Transisi, Aktivisme Politik Islam dalam Babakan Politik Indonesia. Gus Dus, Militer dan Politik (LKiS Yogjakarta). Neraca Gus Dur di Panggung Kekuasaan, Lakpesdam (Jakarta 2002), Sketsa Pergerakan: Kritik-Otokritik Gerakan PMII, (Fajar Pustaka 2003), Saat ini ia menjadi staf ahli Komisi I DPR RI dan menjadi staf pengajar di Pascasarjana UI untuk program studi Kajian Timur Tengah dan Islam.
Buku-buku yang pernah diterbitkan PB PMII pada periode ini antara lain: PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan; PMII 1960-1985 (Fauzan Alfas) Untukmu Satu Tanah Airku, Untukmu Satu Keyakinanku; Menuju Karifan Bernegara; Kilas Balik Perjuangan Zamroni. Pada periode inilah PB PMII mempunyai kantor sekretariat sendiri secara permanen.

 

13.            Sahabat Herry Azzumi (Periode 2005-2008)

Lahir di Trenggalek Jawa Timur, Ketua Umum PB PMII Periode 2005-2007, dari hasil Kongres XV PMII di Bogor Jawa Barat. 

14.            Sahabat Muhammad Rodli Kaelani (2008-2011)

Lahir di Manado 1 April 1978. Saat ini menjadi ketua PANDU Indonesia, sayap muda PAN.

15.            Sahabat Addin Jauharuddin (2011-2014)
16.            Sahabat Aminuddin Ma'ruf (2014-sekarang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar