ABSTRAK
Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan ekstra kampus berbasis massa. Lahir pada 17 April 1960,
manhaj al fikr metode berpikirnya, Nilai dasar Pergerakan (NDP) landasan bergeraknya, Paradigma Kritis Transformatif (PKT) paradigmanya, Aslussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) acuannya, Pancasila ideologinya, dzikir, fikir, dan amal sholeh mottonya. Didalamnya terdapat sekumpulan kaum berpendidikan dengan kemampuan berfikir kritisnya. Dalam arti sederhana, pendidikan berarti lain transfer of knowledge dan transfer of value yang bertujuan membentuk
insan kamil dan pribadi yang berkarakter dengan perubahan perilaku yang terjadi pada peseta didik. Kaum terdidik yang sesungguhnya adalah yang dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan agamanya serta dapat mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Ketika terjadi suatu ketimpangan, ketidakaadilan, ketidakjujuran, kungkungan penguasa yang otoriter, penindasan dalam berbagai bentuk dan lain sebagainya, maka disanalah kaum terdidik (dalam hal ini adalah PMII dengan kadernya) dapat menjawab permasalahan tersebut. Pada dasarnya antara PMII dan pendidikan secara umum adalah sama, yakni Transformasi sosial tujuannya. Dari keadaan yang absurd menjadi formasi dengan tatanan yang lebih baik.
Kata kunci : PMII, Pendidikan dan Transformasi Sosial
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bertolak dari relalita bahwa organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan. Didalamnya terdapat sekumpulan kaum akademisi yang berproses dan beraktualisasi diri menyamakan visi, misi serta tujuan organisasi. Mereka adalah kaum berpendidikan yang bertujuan untuk merubah suatu keadaan sosial dirinya dan lingkungannya. Istilah populernya adalah
tranformasi sosial . [1] Inilah yang kemuudian perlu diketahui bahwa antara pendidikan dan PMII memiliki relasi, integrasi dan sinergisitas antar keduanya.
Keberadaan PMII ada, karena terdapat mahasiswa didalamnya. Kata mahassiswa, jelas sudah include dengan pendidikan, karena mahasiswa adalah kaum terdidik. Oleh karenanya, pendidikan yang dijalani mahasiswa di PT akan membentuk pribadi yang berkarakter dan diharapkan mampu menjalankan dan mewujudkan Trifungsi mhasiswa (agent of analycic, agent of change dan agent os analycic) sebagai bentuk representative sosial kemasyarakatan dan kemahasisan serta menjadi “agent of transformation” untuk mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik dikampus, lingkungan tempat ia tinggal, dirinya sendiri serta organisasi yang bersangkutan. Disinilah penulis melihat ada kesamaan tujuan antara pendidikan dalam konteks umum dengan PMII, yang kemudian kami jadikan bahan untuk menulis karya ini. Yaitu Perubahan sosial
1. Identifikasi masalah
Pembahasan pada karya tulis ini adalah berkaitan dengan tujuan sasaran yang dipandang sebagai sesuatu yang memiliki kesamaan dan kesinergisitas antara pendidikan dan PMII, berupa gagasan berkaitan dengan transformasi social sekaligus hal-hal yang berkaitan antar keduanya sehingga membentuk relasi, integrasi dan sinergi yang utuh serta dapat diketahui benang merahnya.
1. Rumusan masalah
Dari pandangan peneliti rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah “ Bagaimanakah relasi, integrasi dan sinergisitas antara pendidikan dan PMII?” dan Apakah Benang Merah antara PMII dan Pendidikn?
1. Tujuan penulisan
2. Menyajikan informasi bagi pembaca
3. Memberikan pandangan dan gagasan baru yang mungkin beberapa pembaca belum mengetahui sebelumnya
4. Manfaat Penulisan
5. Menambah khazanah keilmuan atau amunisi intelektual para pembacanya
6. Dapat mengetahui relasi, integrasi, sinergisitas antara PMII dan pendidikan secara umum serta benang merah antara pmii dan pndidikan serta hal-hal yang berkaitan antara keduanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertian tersebut terdapat kata yang menyebutkan kata “pengendalian diri , kecerdasan, serta keterampilan yang dibutuhkan masyarakat” ini membuktikan bahwa kaum terdidik setidaknya dapat melakukan hal tersebut. Seyogiyanya ketika suatu masyarakat yang sedang menjerit karena terbelenggu kekuasaan yang otoriter, keadaan sosial yang tidak berkeadilan, maka disanalah kader PMII harus kritis dan tanggap akan hal itu dan menjadi agent of transformation bagi mereka. Tentu dengan tindakan yang rasional, layaknya kaum akademika dengan kemampuan intelek serta berfikirnya.
Dalam ilmu Sosiologi, dengan pendidikan (lembaga formal) adalah salah satu sarana mobilitas sosial untuk vertikal agar dapat merubah keadaan seseorang ketaraf hidup yang lebih baik. Keunggulan pendidikan adalah dapat menaikkan tingkat moblitas antar-generasi. [2] Inilah kemudian yang diketahui sebagai benang merah antara PMII dan Pendidikan (secara umum) bahwa PMII dan pendidikan mempunyai tujuan yang sama kearah perubahan sosial yang lebih baik. Menjadi agen of transformation
Perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam masyarakat dalam hubungan interaksi yang meliputi berbagai aspek kehidupan sebagai akibat adanya dinamika anggota masyarakat dan yang telah didukung oleh sebagian besar anggota masyarakat, merupakan tuntutan kehidupan dalam mencari kestabilan. [3] Keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat merupakan keadaan yang diidam-idamkan oleh setiap masyarakat. Setiap kali terjadi ganggguan terhadap keseimbangan tersebut maka masyarakat akan menolaknya atau akan mengubah sistem tersebut.
[4] Karena mahasiswa juga bagian dari masyarakat, dan kader PMII juga mahasiswa maka kita harus “terjun” untuk “berkarya”.
BAB III
METODE PENULISAN
Penulisan karya ini menggunakan metode deskriptif dengan berpacu pada rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan. Bahasa yang digunakan merupakan bahasa baku sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah (Ejaan Yang Disempurnakan) yang mudah dipahami para pembacanya. Selain itu, dalam penggambarannya, penulis membaca realita yang terjadi, yang dikontekskan dengan sedikit pengalaman yang pernah dilalui penulis ataupun orang lain yang dianggap memiliki keterkaitan.
BAB VI
PEMBAHASAN
1. Relasi, Integrasi dan Sinergi antara PMII dan Pendidikan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kemahasiswaan ekstra kampus berbasis massa. Lahir pada 17 April 1960,
manhaj al fikr metode berpikirnya, Nilai dasar Pergerakan (NDP) sebagai landasan bergeraknya, Paradigma Kritis Transformatif (PKT) paradigmanya, Aslussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) acuannya, Pancasila ideologinya, dzikir, fikir, amal sholeh mottonya serta tranformasi sosial sasaran dan tujuannya. Semuanya termaktub dalam kata Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang memiliki makna tersirat maupun tersurat.
Dalam kata “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia” terdapat kata “mahasiswa”. Sepatah kata yang berat (bagi penulis), karena didalamnya terdapat kata “maha” yang menunjukkan kebesaran, keagungan, kemulyaan yang selalu melekat pada Allah SWT Yang Maha Esa, yang tak pernah tidur, mengantukpun tidak, Yang maha Dahsyat diatas segalanya..
Lalu, apa itu mahasiswa?… secara sederhana dan umum mahasiswa ialah orang yang sedang belajar dan mencari ilmu diperguruan tinggi dan secara empris dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Kemudian, Apakah mereka yang memiliki KTM benar-benar mahasiswa sesungguhnya? Apakah mereka dengan IP (indeks Prestasi) yang tinggi adalah mahasiswa sesungguhnya?Jika jawabannya “iya” maka anda termasuk golongan kaum empiris. Jika anda menjawab “tidak” maka anda termasuk golongan orang-orang ideal.
Hakikatnya, mahasiswa memiliki fungsi yang lebih dikenal dengan Trifungsi Mahasiswa meliputi agent of analycis, agent of change dan agent of control. Jika Anda mahasiswa, sudahkah melakukan trifungsi tersebut? Atau sudahkah Anda mulai melangkah melaksanakan Trifungsi tersebut? Jika sudah, maka anda mahasiswa yang benar-benar mahasiswa. Jika belum, itu berarti sesungguhnya kita belum menjadi mahasiswa yang sesungguhnya. Hanya saja, secara administratif tercatat sebagai mahasiswa disuatu perguruan tinggi yang selanjutnya disebut mahasiswa dengan rutinitas akademikanya dikampus tertentu.
Terlepas dari itu, mahasiswa diasumsikan seorang yang berintelektual tinggi dan tutur kata yang melambung serta ilmiah. Itulah realitanya karena memang lingkungan menuntut hal tersebut.
Pada dasarnya, adalah sama antara mahasiswa dan siswa yaitu sama sama peserta didik hanya tempat belajarnya yang berbeda. Selain itu apabila ditarik benang merah peserta didik disegala tingkat, mulai PAUD hingga PT adalah produk pendidikan yang akan menghasilakan kaum intelektual yang berpendidikan.
Pendidikan mempunyai banyak definisi sepanjang waktu dan sepanjang banyak orang. Setiap definisi menunjukkan pandangan individu dalam lapangan pengetahuan masing-masing. Bagi ahli biologi, pendidikan adalah adaptasi, bagi ahli psikologi pendidikan adalah sinonim belajar dan bagi ahli filsafat pendidikan lebih mencerminkan aliran-aliran yang dimilikinya dan sebagainya. [5] Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Demikian juga Brown mengartikan pendidikan adalah sebuah proses pengendalian secara sadar dimana perubahan-perubahan dalam tingkah laku dihasilkan dalam diri orang itu melalui kelompok.
[6]
Pendidikan diciptakan sebagai wahana yang dipergunakan untuk memupuk pengetahuan, keterampilan dan sikap guna mewujudkan segenap potensi yang ada dalam diri seseorang. [7] Dengan kata lain disebut transfer of knowledge dan transfer of value yang bertujuan membentuk
insan kamil dan pribadi yang berkarakter dengan perubahan perilaku yang terjadi pada peseta didik.
Berangkat dari pengertian tersebut, maka kader PMII termasuk peserta didik dan kaum akademis. Mereka termasuk mahasiswa yang mengikuti kegiatan dan rutinitas akademika sehingga menjadi elemen penting dan subjek dalam pembelajaran serta proses pendidikan. Istilah yang itu dikenal dengan dengan PBM (Proses Belajar Mengajar) atau KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).
Dari realita, saya sempat terbesit pertanyaan, mengapa ada organisasi pergerakan tingkat mahasiswa (PMII) namun tidak ada pada tataran siswa? Sebuah pertanyaan yang ngawur namun jelas jawabannya. Jawaban pertama yang muncul adalah karena siswa belum mampu berfikir layaknya mahasiswa dan memahami arti pergerakan sesungguhnya. Mahasiswa dibenturkan pada realita sedangkan siswa tidak demikian. Kemudian, pola berfikir keduamya berbeda, muatan materi juga berbeda, metode pembelajarannya juga berbeda. Jelas!!!
Cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar ana-anak. Ciri-ciri belajar orang dewasa (mahasiswa) meliputi: (1) memungkinkan timbulnya perukaran pendapat, tuntutan dan nilai-nila, (2) memungkinkan terjadi komunikasi timbal balik, (3) sussana belajar yang diharapan adalah suasana yang menantang dan menyenangkan, (4) mengutamakan peran peserta ddik (5) orang dewasa akan beajar jika pendapatnya dihormati, (6) bersifat unik, (7) perlu adanya saling percaya antara pembiming dan peserta didik, (8) mempunyai pendapat yang berbeda, (9) kecerdasan yang beragam, (10) terjadinya berbagai cara belajar, (11) belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya (12) orientsi beajar terpusat pada kehidupan nyata dan (13) motivasi belajar berasal dari dirinya sendiri. [8]
Proses pendidikan dan pembelajaran yang ditempuh dan dilalui oleh siswa dan mahasiswa dapat diketui melalui ciri umum warga belajar dan cara belajar. pendidikan dewasa (mahasiswa) adalah
Andragogy , sedangkan pendidikan anak (siswa) adalah Pedagogy . Perhatikan tabel berikut: [9]
Andragogy Pedagogy
· Belajar dengan sukarela
· Berorientassi pada masalah
· Warga belajar yang bebas
· Mempunyai pengalaman
· Warga belajar menentukan pelajaran
· Dikelompokkan berdasarkan minat/kebutuhan
· Pemahaman: belajar itu sepanjang hayat
· Berkedudukan setingkat dengan guru/pelatih
· Fleksibel
· Warga belajar yang aktif · Belajar karena ada kewajiban
· Berorientasi pada subyek
· Warga belajar berganttung pada guru
· Tidak memiliki pengalaman tentang apa yang dipelajari
· Guru menentukan isi pembelajaran
· Dikelompokkan berdasarkan umur, tingkat pengetahuan dan kemampuan
· Pemahaman: bahwa belajar untuk masa depan
· Kedudukan dikelas berada dibawah guru
· Kaku dan tradisional
· Warga belajar yang pasif
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa siswa dianggap seperti gelas kosong yang mana guru dapat menuangkan apa saja kepadanya tanpa suatu penolakan yang berarti. Sedangkan pendidikan bagi mahasiswa adalah pendidikan yang mana subyeknya adalah mahasiswa itu sendiri. Peran dosen hanya 25%, dan sisanya 75% adalah mahasiswa. Mahasiswa diibaratkan seperti gelas yang sudah berisi kopi, gula dan air. Peran dosen adalah sendok untuk mengaduk seduhan tersebut agar melebur menjadi satu menjadi minuman yang enak dan bisa diminum bagi pencintanya. Berbanding terbalik dengan siswa yang mana peran guru hampir 100% tergantung pada tingkatannya baik tingkat PAUD. TK, SD, SMP, SMA sederajat. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin rendah pula tingkat partisipasi dan peran guru/dosen dalam KBM/PBM.
Saya juga melihat perbedaan sikap antar siswa dan mahasiswa begiitu juga pengaruhnya.yakni pada materi dasar yang diajarkan. Pada tingkat PAUD hingga SMA tidak diajarkan mata pelajaran filsafat (tentu) yang dapat dijadikan cara berfikir dan pisau belati yang tajam dalam memandang sesuatu. Filsafat di PT diajarkan pada semester awal. Ini membuktikan bahwa filsafat adalah dasar yang harus diketahui, dimengerti, dilakukan dan direfleksikan dalam kehidupan kemahasiswaan. Hal lain juga membuktikan bahwa dengan adanya filsafat, mahasiswa seperti dituntut dan seperti menjadi keharusan menjadi seorang pemikir dan filsuf ulung berbekal filsafat yang diajarkan kepadanya. Tentu,dengan menggunakan ciri berfikir filsafat yang meliputi: radikal, universal, konseptual Koheren dan konsisten, sistematik, komprehensif, bebas dan bertanggungjawab .
[10] Itulah mahasiswa.
Kedelapan ciri tersebut, apabila ada pada setiap mahasiswa maka ia benar akan menjadi agent of change dan mewujudkan transformasi sosial menuju formasi sosial yang menjamin tatanan sosial yang adil makmur dan sejahtera. Tentu, cara berfikir tersebut harus diimplementasikan dalam bentuk riil, bukan sekedar wacana dan bukan sekedar konsep yang terpatri dalam ingatan. Disanalah proses.
Apakah Transformasi sosial mudah untuk dicapai??
Istilah transformasi sosial adalah gabungan dari dua kata ‘transformasi’ dan ‘sosial’. Kata ‘transformasi’ dalam ensiklopedi umum merupakan istilah ilmu eksakta yang kemudian diintrodusir ke dalam ilmu sosial yang memiliki maksud perubahan bentuk dan secara lebih rinci memiliki arti perubahan fisik maupun nonfisik (bentuk, rupa, sifat, dan sebagainya).Sementara kata ‘sosial’ memiiliki pengertian; pertama , segala sesuatu yang mengenai masyarakat; kemasyarakatan, dan kedua, suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya) bertolak dari pengertian jika ingin melakukan perubahan sosial, maka disna lah diperlukan kelompok kelompok penggerak transformasi sosial sebagai
agent of transformation
Minimnya kelompok radikal-transformatif dikampus-kampus merupakan kegelisahan sendiri apakan transformasi sosial dapat mungkin terjadi padahal keyakinan untuk menciptakan perubahan itu justru diharapkan lewat gerakan mahasiswa. [11] Oleh karenanya PMII mencetak kader radikalis-revolusioneris-transformatif. Jenis pemuda yang radikal akan selalu berkeinginan untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat dan kebudayaan secara radikal-revolusioner. Mereka tak puas, tak bisa menerima kenyataan yang mereka hadapai. Oleh sebab itu, mereka berusaha baik secara lisan maupun dalam tindakan untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat. [12]
Sehubungan dengan itu, PMII sebagai organisasi yang didalamnya terdapat kaum intelektual dan akademisi harus mewujudkan hal tersebut dengan tetap mempertahankan budaya dialektis seperti diskusi untuk mengkaji, sehingga tidak terkesan gegabah, dan mengupas permasalahannya, bertindak realiistis serta logis layaknya orang berpendidikan. Maka kader PMII harus bertindak sesuai NDPnya
Baca, diskusi, aksi dan refleksi. Empat kata tersebut adalah bumbu-bumbu yang harus ada pada setiap kader dan anggota PMII. Kesemuanya wajib direpresentasikan dalam bentuk tindakan riil.
PMII tidak akan memiliki nama dan besar jika tidak ada pembesar yang berpendidikan didalamnya yang dapat mengharumkan nama PMII itu sendiri. Maka pendidikan tidak boleh dilepaskan disetiap sendi kehidupan ber-PMII. Seperti pendidikan rohani, jasmani, pendidikan karakter, pendidikan juranalistik, penddikan etika, moral dan akhlaq, pendidikan berbasis Islam, enterpreneur dan spesifikasi pendidikan lainnya.
Jika kader PMII menjadi politisi yang jujur dan bertanggungjawab, harumlah PMII berarti berhasillah pendidikan karakter, akhlak dan politiknya. Jika kader PMII menjadi jurnalis terkenal dan handal, banggalah PMII memilikinya. Berarti pendidikan juranalis didukung dengan pegasahan skillnya dapat dikatakan berhasil. Jika kader PMII menjadi akademisi hebat, PMII akan memancarkan cahayanya. Berarti ia benar-benar sungguh-sungguh dalam berproses. Jika kader PMII menjadi entrepreneur sukses, harum pula nama PMII. Berarti pendidikan enterpreneurnya dapat dikatakan berhasil. Dan banyak contoh lainnya. Semua itu adalah berkat pendidikan dengan kesungguhan dan jihad para individunya.
Pendidikan dalam Ilmu Sosiologi dikatakan sebagai salah satu sarana mobilitas sosial. Karena pendiikan adalah jalan dan pintu menuju masa depan yang membentuk pola berfikir dan berkarakter. Jika manusia berpendidikan maka terangkatlah martabat dirinya, keluarganya, organisasinya, agama dan negaranya. Apa yang ada pada diri kita adalah pancaran kenyataan dan cermin adalah sarana terbaik untuk merefleksikan kenyataan.
[13]
PMII, sebagai organisasi kemahasiswaan adalah kumpulan insan berpendidikan yang selalau haus akan ilmu (ulul albab). Dan banyak diantaranya telah mendulang kesuksesan. Misalnya sahabat Anshori, Sahabat faizin, Sahabat Hafid, sahabat Dasuki, sahabat Munir, sahabat Barocky, Sahabat Ubaidillah, Sahabat Karim adalah segelintir alumni PMII RTIK IAIN Jember, orang yang berhasil dalam bidang pendidikan. Diranah politik terdapat sahabat Saiful Bahri Anshori yang lahir di Jember, 15 November 1966 merupakan politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
[14] . Begitu juga dengan sahabat Abdul Muhaimin Iskandar yang lebih dikenal dengan panggilan cak imin, juga sebagai politisi dari PKB dan seorang yang juga menyukai bidang jurnalistik. [15] Orang-orang tersebut adalah produk pendidikan yang dijalaninya sehingga dapat mentransformasikan dirinya menjadi “seseorang”.
Terdapat suatu Istilah filsafat yang ditulis Dahlan Iskan dalm bukunya Dua Tangis dan Ribuan Tawa “Gunung tidak harus tinggi yang penting ada dewanya, sungai tidak perlu dalam yang penting ada naganya, orang hidup tidak perlu hebat dan serba besar yang penting ada artinya” [16]
Istilah filsafat tersebut sejalan dengan pemikiran saya, tidak perlu semua orang untuk mendukung kita (PMII) dalam menyeru kebenaran tapi satu Dzat yang mendukung kita akan lebih berarti, tidak perlu memaksakan perubahan yang besar jika tidak mampu, jika perubahan kecil akan berpengaruh sangat massif lambat laun, itu akan lebih berarti, Tidak perlu memikirkan kuantitas terlalu, untuk gerakan transformasi sosial yang penting ada samson-samson dan para punggawa-punggawanya. Namun keikiutsertaan kader dan anggota adalah bentuk dukukngan yang sangat positif dan berarti. PMII tidak akan memberikan apapun terhadap kader dan anggotanya tapi sebaliknya, perlu kita pikirkan apa yang akan kita berikan,, sumbangsih kita dan dedikasi kita terhadap PMII.
Dapat kita simpulkan bahwa relasi antara PMII dan pendidikan adalah terbentuknya insan pemikir yang akan memiliki pengaruh. Kehidupan ber-PMII tidak boleh lepas dari pendidikan dalam berbagai spesifikasi pendidikan yang ada. Karena sebagai kaum terdidik dan bagian dari masyarakat kampus harus mampu memberikan kontribusi dan sumbangsih yang bermakna ketika terjadi ketimpangan. PMII dengan kadernya yang terdidik, dan berintelektual akan membentuk sinergi yang kuat untuk mewujudkan transformasi sosial dengan tatanan dan formasi yang lebih baik. Disanalah terdapat integrasi antara “mahasiswa”,“kader PMII” “kaum akademika”. Demikianlah relasi, integrasi dan sinergisitas PMII dan pendidikan untuk melakukan perubahan.
Benang Merah Antara PMII dan Pendidikan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, antara PMII dan pendidikan terdapat relasi dan integrasi yang tak terpisahkan. Sampai hari ini, keberadaan lembaga pendidikan terurtama lembaga formal sangat diprioritaskan. Pandangan kuat oleh semua orang seolah sudah menjadi mitos kebenaran yang bersifat aksiomatis, dari waktu ke waktu kebenarannya diterima secara mapan tanpa perlu kecurigaan.
Berangkat dari keyakinan tersebut berbagai kebudayaan umat manusia terus menerus berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi lembaga pendidikan secara turun temurun. Pendidikan dipercaya menjadi salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya mereka. Dengan arti lain, pendidikan merupakan salah satu bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk mempertahankan kelangsungan eksistensi mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka menyiapkan generasi penerusnya agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka anut. [17]
Oleh karena itu, hampir seluruh masyarakat diberbagai lapisan berusaha untuk menyekolahkan putra putrinya dilembaga pendidikan formal dengan harapan dapat mengubah nasib orang tua dan kehidupannya sendiri dimasa yang akan datang agar lebih layak melebihi kedua orangtuanya.
Dalam Ilmu Sosiologi pendidikan memiliki fungsi
manifest (nyata) dan fungsi
laten (tersembunyi). Adapun fungsi manifest pendidikan berupa hilangnya kebodohan, terbentuknya pribadi yang intelek, mengembangkan skill yang dimiliki, mendapat bukti akedemik (ijazah) dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi laten berupa tertundanya pernikahan, berpindahnya seseorang dari strata satu ke strata lainnya, dipandang dan dihormati dilingkungannya dan lain-lain.
Begitu juga PMII. Organisasi penggerak perubahan (agen of change/transformation).. Sejak awal kemunculannya berawal dari kegelisahan mahasiswa Nahdhiyyin yang ingin membentuk organisasi sendiri yang sesuai dengan prinsip ke-Aswaja-an, ingin berjihad disana, dan berdialektika bersama. Jelas disana terdapat suatu maksud dan tujuan kearah yang lebih baik. Transformasi sosial.
Inilah yang kemudian terlihat adanya relasi yang lain antara PMII dan pendidikan secara umum sehingga membentuk sinergisitas yang utuh antar keduanya. Artinya kader PMII adalah kaum akademis, jika kaum akademis menjadi kader dan anggota PMII,maka sesungguhnya ia kaum akademis yang tidak hanya mengejar angka tapi bisa menjadi agen perubahan. PMII sebagai organisasi pergerakan dengan kadernya, kader mujtahid akan memiliki pengaruh yang lebih dalam menggalak transformasi sosial. Untuk bergerak mewujudkan perubahan sosial itu bukan tanpa ilmu, strategi dan taktik. Oleh karenanya, mahasiswa pemikir sangat urgen keberadaannya.
Kader dan anggota PMII merupakan kaum intelektualis, kaum berpendidikan dan kaum akademis yang kritis, harus dan akan selalu berfikir kritis juga skeptis, bertindak dan berpikir logis layaknya kaum akademis. Perilaku yang berpendidikan mencerminkan pribadi yang berpendidikan. Oleh karenanya menaggapi sesuatu juga harus mengikuti aturan, Nabi SAW bersabda :
ﻭﺍﺫﺍ ﺭﺍﻯ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮ ﻓﻴﻐﻴﺮ ﺑﻴﺪ 5 ، ﻭﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻮﻟﻪ ﻭﺍﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ ﻭﺫﺍﻟﻚ ﺍﺿﻌﻒ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ
“ Apabila kau melihat kemunkaran, maka cegahlah dengan tangan, apabila tidak mampu maka cegahlah dengan perkataan, apabila tidak mampu maka dengan hati, karena itu adalah selemah-lemahnya iman”
Mencegah ketidakadilan, ketimpangan sosial, penindasan, kekerasan, kesewenang-wenangan dan kemunkaran adalah kewajiban semua muslim termasuk didalamnya kader dan anggota PMII. Bukan organisasi pergerakan jika tak bergerak. Baik bergerak melalui lisan, tulisan, tindakan, seni dan lain sebagainya. Tak ada penggerak maka tidak akan ada perubahan. Tentu tetap harus berpegang teguh pada pendidikan yang tengah dienyamnya. Hal tersebut dapat dimulai dari diri sendiri.
Allah berfirman: [18]
ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻐﻴﺮﻣﺎ ﺑﻘﻮﻡ ﺣﺘﻰ ﻳﻐﻴﺮﻣﺎ ﺑﺄ ﻧﻔﺴﻬﻢ
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah (keadaan) suatu kaum sehingga ia merubah dengan dirinya sendiri
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa antara PMII dan pendidikan terdapat sasaran yang sama yaitu Transformasi sosial. Relasi antara keduanya yakni bahwa PMII tidak akan bermakna tanpa kaum akademisi intelektual didalamnya, seperti.seperti kaleng permen yang kosong namun lebelnya masih melekat rapi. PMII tidak akan masyhur jika tidak memiliki kader dan anggota yang mengerti hakikat dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Hanya orang berpendidikan yang yang berfikir yang mengerti akan hal itu.Disanalah terlihat, ke-urgenan pendidikan dalam kehidupam kemahasiswaan dalam ber-PMII. Telah direpresentasiakn dari lambang PMII “warna kuning” yang menunjukkan mahasiswa dengan semangatnya, dan lambang “warna biru” menandakan kedalaman ilmmunya.
Pergerakan yang dilakukan kader PMII adalah untuk mencegah segala tindak kemungkaran, agar dapat mewujudkan cita-cita sosial masyarakat yang berkeadaban. Itulah yang sering disebut transformasi sosial, maka kader dan anggota PMII agentnya. Seperti halnya pendidikan, digunakan sebagai suatu sarana mobilitas sosial oleh individu ketaraf hidup yang lebih baik, berubah dari strata satu kestrata lainnya yang lebih baik. Maka dalam hal ini dapat diketahui benang merah antara PMII dan pendidikan secara umum yaitu mewujudkan perubahan sosial dan menjadi agent of transformation.
1. Saran
Manusia tak ada yang sempurna, apalagi karya sederhana ini, dengan tangan terbuka penulis meminta saran dan kritik konstruktif untuk perbaikan kedepannya. Bagi pembaca yang ingin mengkaji permasalahan yang serupa dapat mengkaji setiap spesifikasi pendidikan dan fokus pada pembahasan yang diinginkan. Karena karya ini masih mengangkat pendidikan secara umum. Karya ini dibuat dalam waktu yang singkat. Semoga kesederhanaan karya ini setidaknya dapat memberikan amunisi pengetahuan bagi penulis (khususnya) dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 1991. Sosiologi Pendidikan , Jakarta:Rineka Cipta
Alimandan,1989. Differensiasi Sosial. Jakarta:Bumi Aksara
Hartono, 1999. Ilmu Sosial Dasar . Jakarta:Bumi Aksara
http://www.tokohkita.com/detailbio.php?idk=3264!Syaiful-Bahri-Anshori
http://profil.merdeka.com/indonesia/a/abdul-muhaimin-iskandar/
Iskan, Dahlan, 2012 Dua Tangis dan Ribuan Tawa, Jakarta:Elex Media Komputindo
Kristeva Nur Sayyid Santosa ,2008, Training Of Fasilitaor (TOF): Metodologi Pelatihan, Fungsi dan Peranan Fasilitator Transformatif
Muzairi, 2009 , Filsafat Umum Yogyakarta :Teras
Modul Sekolah Pendidikan Kritis 2016, PMII RFTIK
Setiadi, Elly M. dkk, 2006.
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar , Jakarta: Kencana Prenada Group
Suprijanto, 2009. Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi . Jakarta: Bumi Aksara
Wiibowo, Agus. 2008. Mall Praktek Pendidikan . Yogyakarta: Genta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar