Senin, 24 April 2017

Materi MAPABA PMII OKI



































MUKADDIMAH

Insyaf dan sadar bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan / perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan ideology negara dan falsafah bangsa Indonesia.

Sadar dan yakin bahwa Islam merupakan panduan bagi umat manusia yang kehadirannya memberikan rahmat sekalian alam. Suatu keharusan bagi umatnya mengejewantahkan nilai Islam dalam pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kehidupan masyarakat dunia.

Bahwa keutuhan komitmen keisalaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim Indonesia dan atas dasar itulah menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan negara dengan segala tekad dan kemampuan, baik secara perseorangan maupun bersama-sama.

Mahasiswa Islam Indonesia sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen keislaman dan keindonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk.

Maka atas berkat rahmat Allah SWT, dibentuklah Pergerakan Mahasiswa Islam Indoensia yang berhaluan Ahlussunnah wal-jamaah dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Buku Ini hanyalah sebagai acuan kadereisasi PMII di Kabupaten OKI, hanya diperuntukkan  kader PMII kabupaten OKI saja sebagai penambah wawasan materi pengkaderan di PMII.
Pebulis menyadari buku ini masih banyak kekurangann dan kesalahannya. Dengan ini penulis mohon maaf apa bila buku ini masih jauh dari target kurikumum pengkaderan di PMII.

Wallahul Muafieq Ila Aqwamith Thariq..

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
MUQADIMAH
DAFTAR ISI

MATERI KE-PMII-AN
Latar Belakang
Cikal Bakal dan Kelahiran PMII
Independensi PMII-NU
Implementasi Independensi
Paradigma Pendidikan Kaderisasi
Pilihan Gerakan PMII
Penutup

MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Pengertian Mahasiswa
Peran dan posisi mahasiswa
Tanggung jawab sosial mahasiswa
Mahasiswa dan Misi Perubahan

NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
Arti, Fungsi, Dan Kedudukan
Rumusan Nilai Dasar Pergerakan
Ihtitam

STUDI GENDER DAN  KELEMBAGAAN KOPRI
Pendahuluan
Gender Dan Gerakan Perempuan
Kelembagaan Kopri
Strategi Pengembangan Kopri
Penutup

KE ISLAMAN DI PMII
Aswaja ( Ahlussunnah wal jamaah )
Sejarah
Ber-Aswaja Di Pmii

ANTROPOLOGI KAMPUS
Kampus dan norma kampus
Tipologi mahasiswa
PMII dan rekayasa kampus.

i
ii
iii

1
2
4
5
6
6
7

8
9
10
11

13
13
16

17
17
25
30
35

36
37
38

40
41
44

MATERI KE-PMII-AN
Latar Belakang
Sejak NU pisah dengan Partai MAKSUMI pada 1952, NU menjadi partai sendiri, sehingga pada pemilu 1955, partai NU mendapat 45 kursi dalam Parlemen. Ketika NU masih bergabung dengan MAKSUMI, hanya mendapat 8 kursi.
Kader-kader NU berpotensi pada waktu itu masih sangat minim karena belum adanya wadah atau organisasi yang mengakomodir kaum intelektual NU, sehingga terbentuklah organ-organ pendukung NU seperti IPNU dan IPPNU yang ber anggotakan par pelajar dan mahasiswa dengan diiringi beberapa organ-organ pendukung seperti: muslimat, gerakan pemuda ansor. Pada muktamar ke-II IPNU-IPPNU di Pekalongan sempat terlontar gagasan untuk membuat wadah sndiri bagi kaum mahasiswa Nahdlyin, tapi kurang mendapat respon dari pimpinan IPNU. Hal tersebut di karenakan IPNU masih butuh pembenahan (banyak anggota IPNU yang berstatus mahasiswa) sehingga dikhawatirkan mempengaruhi perjalanan IPNU yang baru saja terbentuk.
Pada Muktamar ke-III IPNU di Cirebon 27-31 Desember 1658, aspirasi mahasiswa Nahdliyin tak terbentuk lagi, bahwa mereka menginginkan wadah tersendiri yang dapat menampung mahasiswa nahdlyin secara fungtional dan organisatoris masih di bawa organ departemen organ IPNU. Dalam konfensi besar IPNU di Kaliurang pada 14-17 Maret 1960di Jogjakarta, merekomondisikan terbentunya wadah atau organ mahasiswa Nahdlyin yang terpisah dalam struktural maupun fungsionaris dari IPNU dan IPPNU, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)dengan di bentuknya 13 panitia, yaitu:
A. Khalid Mawardi (Jakarta)
M. Said Budairy (Jakarta)
M. Sobich Ubaid (Jakarta)
Makmun Syukri (Bandung)
Hilman (Bandung)
Ismail Makki (Yogyakarta)
Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
Laily Mansyur (Surakarta)
Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
Hizbulloh Huda (Surabaya)
M. Kholid Narbuko (Malang)
Ahmad Hussein (Makassar)

Pada 19 Maret 1960 tiga dari tiga belas orang yaitu Hisbullah Huda (Surabaya), M. Said Budairy (Jakarta), serta Maksum Syukri BA (Bandung) berangkat ke Jakarta untuk mengahadapi ketua umum partai NU K.H. Dr. Idam Kholid agar diberi nasehat sebagai bekal atau pegangan pokok dalam musyawarah mahasiswa Nahdyin yang akan di laksanakan di Surabay tanggal 25 maret 1960. Dalam pertemuan tersebut, beliau menekankan agarorgan yang di bentuk nantinya betul-betul dapat di andalkan sebagai kader partai NU dan menjadi Mahasiswa yang berperinsip ilmu agar dapat dapat di amalkan untuk kepentingan rakyat, buakan ilmu untuk ilmu, yang paling penting adalah menjadi manusia yang cakap serta bertaqwa kepada Allah SWT. Beliau menyatakan merestui musyawarahmahasiswa Nahdyin yang di adakan di Surabaya itu.
Hasil Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin di Surabaya 14-16 April 1960 menelurkan:
Berdirinya organ mahasiswa Nahdyin di beri nama PMII
Penyusunan peraturan dasar PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU dan IPPNU
Persidangan dalam musyawarah mahasiswa Nahdyin itu bertempat di gedung Madrasah Mualimin NU Wonokromo Surabaya. Sedangkan peraturan dasar PMII berlaku 21 Syawal 1379 H atau 17 April 1960 sebagai hari kelahiran PMII. Sekaligus membentuk tiga tim formatur H.Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A. Cholid Mawardi sebagia ketua I dan Muhammad SyaidBudairi sebagai sekertaris umum PB PMII.
Pada tanggal 14 Juni 1960 PMII diterima dan di sahkan oleh PB NU sekaligus sebagai keluarga besar sekaligus sebagai partai NU, oleh Ketua Umum PB NU K.H. Dr. Idham Kholid, dan Wakil Sekjen H. Amirudin Aziz. Perumusan anggaran rumah tangga diketahui oleh Muhammad Said Buairi, anggotanya Cholid Marwadi dan Fatchurrozi.

Cikal Bakal dan Kelahiran PMII
Pada awalnya memang PMII adalah bagian dari NU (Nahdhatul Ulama) di bawah naungan Banon IPNU (Ikatan Pelajar NU). Bermula munculya Ide pembentukan wadah kemahasiswaan berideologi ASWAJA sempat dilontarkan pada Muktamar II IPNU tanggal 1-5 Januari 1957 di Pekalongan Jawa Tengah. Namun, Ide tersebut tidak terlalu ditanggapi serius oleh pucuk pimpinan IPNU. Kala itu IPNU memang masih perlu pembenahan, sebab dari banyak fungsionaris IPNU berstatus mahasiswa, sehingga dikhawatirkan mengganggu perjalanan IPNU yang masih baru terbentuk (24 Februari 1954).
Meski demikian, keinginan kuat akan pembentukan wadah khusus mahasiswa terus berlanjut. Hal ini terbukti pada Muktamar III IPNU tanggal 27-31 Desember 1958 di Cirebon Jawa Barat, pucuk pimpinan IPNU didesak oleh peserta muktamar untuk membentuk wadah khusus tersebut dengan masih tetap dalam naungan IPNU, yakni dalam wadah departemen perguruan tinggi IPNU. Selanjutnya, adanya wadah dengan model tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terbukti pada Konferensi Besar IPNU di Kaliurang Jogjakarta tanggal 14-16 Maret 1960, memutuskan terbentuknya suatu wadah/organisasi mahasiswa nahdliyin yang terpisah secara struktural maupun fungsional dari IPNU-IPPNU.
Terlepas dari itu, ternyata keingingan membentuk wadah tersebut telah lama ada. Misalnya berdiri IMANU (ikatan mahasiswa NU) pada bulan Desember 1955 di Jakarta. Akan tetapi, kehadirannya belum bisa diterima banyak pihak terutama sesepuh NU sendiri. NU takut adanya IMANU akan melumpuhkan IPNU yang baru 1 tahun sebelumnya berdiri dengan mayoritas pengurus IPNU adalah mahasiswa. Kemudian ada KMNU (keluarga mahasiswa NU) di kota Surakarta yang diprakarsai oleh H. Mustahal Ahmad. Tidak jauh berbeda, di Bandung ada dengan nama PMNU (persatuan Mahasiswa NU).
Lalu, apa yang mendasari pimpinan IPNU menyetujui adanya wadah khusus mahasiswa tersebut?  Berikut alasannya:
Wadah departemen perguruan tinggi IPNU dianggap tidak lagi memadai gerakan kemahasiswaan,
Perkembangan politik dan keamanan di dalam negeri yang menuntut pengamatan yang ekstra hati-hati, khususnya bagi mahasiswa Islam,
HMI satu-satunya wadah kemahasiswaan Islam pada waktu itu dinilai terlalu dekat dengan Partai Masyumi, sedangkan tokoh Masyumi telah melibatkan diri dalam pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia)
Intelektualitas NU masih sedikit, dan e). Didirikannya kampus NU di berbagai tempat.

Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan. Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak. namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi. melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah luntur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya. misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 di Jakarta yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad dan PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) berdiri di Bandung. Namun keberadaan beberapa organisasi nahdiyin tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Oleh karena itu, Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya disingkat PMII) tidak dapat dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama). Secara kesejarahan, PMII merupakan matarantai dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk pada Muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958.

Mengapa organisasi yang baru tersebut bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)? Berikut alasan pemikirannya:
Seperti bola pemikiran kalangan mahasiswa pada umumnya yang diliputi oleh pemikiran bebas
Berpikir taktis demi masa depan organisasi yang akan dibentuk, karenanya untuk merekrut anggota harus memakai pendekatan ideologi ASWAJA
Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama Organisasi
Manivestasi nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya Indobesia harus jelas dicantumkan.
Mengenai nama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) adalah usulan dari Bandung dan Surabaya yang didukung oleh utusan Surakarta. Sebelumnya ada juga usulan Perhimpunan/Persatuan Mahasiswa Ahlussunah Waljamaah, Perhimpunan Mahasiswa Sunny (Yogyakarta) dan IMANU (ikatan mahasiswa NU) oleh Jakarta.

Independensi PMII-NU
Salah satu momentum sejarah perjalanan PMII ynag membawa pada perubahan secara mendasar, yaitu di cetuskannya Idenpendensi PMII pada tanggal14 Juli 1972 di Munarjati Lawang Malang Jawa Timuryang kemudian di sebut Deklarasi Munarjati.
Lahirnya deklarasi ini berkenaan dengan situasi politik nasional, ketika partai politik dikebiri bahkan partisipasi dalam pemerintahan pun sedikit demi sedikit di kurangi dan mulai dihapuskan. Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan komando back to campus. Maka PMII mencari alternative abru dengan tidak lagi dependen kepada partai politik manapun.
Dengan latar belakan dan motivasi, maka tanggal 14 Juli 1972 secara formal PMII terpisah secara struktural dengan partai NU. Hal-hal yang berkenaan dengan independensi dapat kita lihal dokumen historis PMII antara lain:
Manivestasi kesadaran PMII yang meyakini sepenuhnya terhadap tutunan keterbukaan sikap, kebebasan berfikir, dan membangun kreativitas yang dijiwai oleh nilai-nilai islam.
Manivestasi kesadaran organisasi dalam tuntutan kemandirian, kepeloporan, kebebasan berfikir, dan berkreasi serta tanggung jawabsebagai kader umat.
Sejak di kumandangakanya Deklarasi Munarjati itulah PMII menjadi organ yang bebas menuntukan kehendak dan idealismenya tanpa harus berkonsultasi dengan organisasi manapun termasuk NU. Akan tetapi keter[isahan secara struktural tidak membatasi ikatan emosional antar kedua organisasi ini. Keduanya masih mempjunyai benang merah pemahaman idiologisnya yaitu Ahlussunnah Wal-jamaah.

Latar belakan PMII melakukan Interindependen dari Independen pada saat kongres X PMII Jakarta 1991 adalah:
Ulama sebagai pewaris Nabi (Ulama Warosatul Ambiya)
Maksudnya : keteladanan umat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ikatan Historis, maksudnya: PMII lahir dari NU dan besar dari NU.
Adanya kesamaan faham antar PMII-NU
Maksudnya: Aswaja bercirikan Tawassuth, Taadul, Tasamuh, Tawadzun serta Amar Maruh Nahi Mungkar (Mabadi Khoirul Ummah) demikian di dalam pola berfikir, pola sikap, pola tindakan PMII-NU menganut opola selektif, akomodatif, intergratif sesuai dengan prinsip dasar Al-Mukhofadzatu Ala Qodimis Shalih Wal Akhdzu Bi Ijadi Al Ashlah.
Adanya persamaan kebangsaan.
Maksudnya: bagi PMII keutuhan komitmen ke Islaman dan ke Indonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim di Indonesia dan atas hal dasar tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan Bangsa dan Negara Indonesia dengan segala tekat dan kemampuan, baik secara individu maupun bersama.
Adanya kesamaan kelompok sasaran. Maksudnya: PMII-NU memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah bawah.

Sekurang-kurangnya terdapat lima perinsip yang semestinya di pegang bersama untuk merealisasikan interindependensi PMII-NU:
Ukhuwah Islamiyah
Amar Maruf Nahi Mungkar
Mabadi Khoirul Ummah
Al Musawah
Hidup berdampingan dan berdaulat secar penuh

Implementasi Independensi
Implementasi independensi PMII-NU diwujutkan dengan berbagai bentuk pikiran kerkasama antara lain meliputi bidang:
Pemikiran: kerjasama di bidang ini di rancang untuk pengembangan pemikiran keislamian dan kemasyarakatan
Pelatihan: kerjasama di bidang ini di rancang untuk pengembangan sumber daya manusia baik PMII maupun NU
Sumber Daya Manusia: Kerja sama di bidang ini di tekankan pada pemanfaatan secara maksimal manusia-manusia PMII untuk peningkatan kualitas Khidmat NU.
Rintisan Progam: Kerja sama di bidang ini terbentuk pengolahan suatu progam secaara bersama-sama, seperti: progam pengembangan ekonomi, progam aksi sosial dan lain-lain

Motto PMII
(Dzikir, Fikir, Amal Sholeh)
Tri khidmah PMII
(Taqwa, Intelektualitas, Profesionalitas)

Tri komitmen PMII
(Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan)
Eka Dan Citra Diri PMII
Ulul Albab

Citra diri Ulul Albab dengan Motto Dzikir, Fikir dan Amal Sholeh

Ulul Albab artinya seorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir) dan ia pun tidak pula mengayun dzikir.
Seperti tedapat pada surah Al-Baqoroh:179 yang artinya: dan dalam hokum Qishos itu ada (jaminan kelangsungan)hidup bagimu, hai Ulul Albab, Supaya kamu bertaqwa (QS. Al-Baqoroh:179)

Cita Ulul Albab:
Berkesadaran Historisitas-Promodial atas relasi Tuhan-Manusia-Alam
Berjiwa optimis-transendental-atas kemampuan mengatasi masalah kehidupan
Berfikir secara Dialektis
Bersikap kritis
Bertindak Transformatif

Format Gerakan PMII
Format Organ Kader Pergerakan: Kader atau basis
Format Gerakan Sosial Transformatif
Format Intelektual dan Pers
Format Gerakan Ekstra Parlementer
Format Kebijakan Publik
Format Gerakan Kebudayaan
Format Gerakan Profesional-Populis

Paradigma Pendidikan Kaderisasi
Giroux dan Amawitz sebagaimana di kutip oleh Mansyur Faqih terdapat aliran besar dalam idiologi pendidikan.
Paradigma konservatif (mengapdi pada satu quo)
Paradigma Liberal (perubahan yang moderat)
Paradigma Fundamental/Kritis (perubahan undamentaltransformational bagi konstruksisoial masyarakat)

Pilihan Gerakan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan organisasi yang pengkaderannya bukan hanya sekedar organisasi masa seperti organisasi lainya. Meskipun PMII memiliki anggota atau kader yang sangat banyak tidak dapat disebut ORMAS (Organisasi Massa) karena tanah pijakan PMII melangkah kesana. Ternyata PMII memiliki kemampuan yang lebih disbanding yang lain. Sama juga artinya ketika anda masuk dan mendaftarkan diri untuk menjadi kader atau anggota tentunya anda dihadapkan dengan beberapa pilihan-pilihan yang berbeda, sudah di singgung bahwa PMII memiliki nlai lebih yang mungkin tidak di miliki organisasi lain. Adapun nilai lebih yang dimiliki, antara lain:
Aswaja (Ahlussunnah Waljamaah) sebagai manhaj al lfiqr disamping sebagai pijakan berfikir, Aswaja merupakan atau pilihan yang sangat mengena di setiap kader, ha ini dikarenakan Aswaja merupakan ikatan Kultural Idiologi NU buka secara Struktural.
NDP (Nilai Dasar Pergerakan) menjadi sumber kekuatan ideal moral dari aktifitas pergerakan, pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktifitas pegerakan. Adapun rumusan nilai-nilainya, antara lain: Tauhid, Hubungan manusia dengan Allah, Hubungan manusia dengan manusia dan Hubungan manusia dengan alam.
Paradigma Kritis Transformatif
Paradigma dalam masyarakat PMII dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, meyusun sebuah teori, mennyusun sebuah pertanyaan dan membuat suatu rumusan mengenai suatu masalah melihat realitas yang ada di masyarakat dan sesuai dengan tuntunan kedaan masyarakat PMII baik secara Sosiologis, Politis dan Antropologis maka PMII menjadi paradigm Kritis Transformatif sebagai pijakan gerakan organisasi dalam mewujutkan transformasi social PMII bukan hanya berpijak dengan paradigm kritis saja. Mengapa demikian? Karena pradigma kritis hanya mampu melakukan analisis tetepi tidak mampu melakukan organizing menjembatani dan melakukan perubahan social. Karenanya, paradigma kritis yang digunakan di PMII adalah kritik yang mampu mewujutkan perubahan sehingga menjadi paradigm Kritis Transformatif. Dalam hal ini paradigm Kritis Transformatif dituntut untuk memiliki instrument-instrumen gerak yang biasa digunakan oleh masyarakat PMII.

Penutup
Salam pergekan..!! Tangan  terkepal dan maju kemuka, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi sahabat-sahabati semua. Sehingga nantinya pasca MAPABA ini dapat memahami dan memang telah menjadi pilihan prioritas sahabat-sahabati semua untuk masuk PMII. Selamat bergabung di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
Setitik embun di ujung daun
Memberi kesejukan tiada tara
Membaktikan diri pada ranah pergerakan
Mencipta manusia berilmu, beriman dan bertaqwa
Jadilah insan pergerakan sejati
MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Berbicara tentang Mahasiswa, sebagian besar dari kita sudah mengetahui siapa yang disebut Mahasiswa. Semua orang mempunyai pengertian yang berbeda tentang Mahasiswa dan semua itu tidak ada yang salah (perspektif orang yang bicara).

Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di Perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) Mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di Perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun.

Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan Perguruan Tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.

Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.

Secara Terminology mahasiswa berasal dari kata maha dan siswa. Maha artinya tinggi, besar, paling, dan siswa artinya yang menimba ilmu. Kalau boleh diberikan pengertian, bahwa seorang yang menimba ilmu diperguruan tinggi. Sebuah fenomena atau gejala umum yang terjadi di setiap komunitas masyarakat, bahwa mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai nilai lebih dari kelompok masyarakat lainnya.

Selain mahasiswa yang mengenyam pendidikan di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa adalah harapan bangsa dan negara ke depan. Pendidikan adalah salah satu ruang terbentuknya struktur masyarakat atau kelas sosial (social class ). Bernard Barber dalam social stratafication, stukturan trand social mobility in western society mengatakan bahawa ada 6 (enam) dimensi stratafikasi sosial, yang salah satunya adalah pendidikan atau pengetahuan ( educational or knowledge ).

Aristoteles mengatakan, bahwa dalam setiap negara tedapat tiga unsur sosial. Pertama, mereka yang kaya sekali, meliputi penguasa (masyarakat politik), bangsawan, pekerja profesional. Kedua, mereka yang miskin atau masyarakat bawah, meliputi buruh tani, buruh pabrik, buruh bangunan, orang yang tidak mempunyai penghasilan tetap (jauh dibawah standar minimum), dsb. Ketiga, mereka yang berada di tengah-tengah, meliputi pegawai, pedagang, orang yang berpendidikan, dsb.
Kaya dan miskin yang dimaksud adalah seseorang yang dalam skala kebutuhan (primer) antara kekurangan, terpenuhi dan berlebih-lebihan. Sebagaimana yang di sebutkan diatas tiga unsur sosial (item ketiga); orang yang berpendidikan (baca: mahasiswa) secara sosial berada pada kelompok kelas menengah, artinya bahwa kelompok kelas yang mempunyai kewajiban menjembatani kelompok kelas dibawahnya untuk melakukan komunikasi dengan kelompok kelas tertinggi (penyelengara negara).

Dari pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang nantinya diharapkan menjadi calon-calon intelektual.

Namun jika kita mendefinisikan mahasiswa secara sederhana, maka kita akan menafikan peranannya yang nyata dalam perkembangan arus bangsa. Ketika kita mencoba menyederhanakan peran mahasiswa dengan mengambil definisi setiap orang yang belajar di perguruan tinggi, definisi itu akan mempersempit makna atau esensi dari mahasiswa itu sendiri. Mengingat sejarah panjang mahasiswa dalam peranannya membangun bangsa, seorang Indonesianis, Ben Anderson menyatakan bahwa, sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya.

Fenomena mahalnya biaya pendidikan, menuntut mahasiswa untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Sehingga segala energi dikerahkan untuk mendapat gelar sarjana atau diploma sesegera mungkin. Tak ayal lagi tren study oriented mewabah di kalangan mahasiswa.

Pertanyaan adalah, apakah cukup dengan bekal ilmu yang dipelajari dari bangku kuliah dan indeks prestasi yang tinggi untuk mengarungi kehidupan pasca wisuda? Ternyata tidak. Dunia kerja yang akan digeluti oleh alumnus perguruan tinggi tidak bisa diarungi dengan dua modal itu saja. Ada elemen yang harus dipertimbangkan, yakni kemampuan soft skill. Kemampuan ini terkait dengan kemampuan berkomunikasi dan bahasa, bekerja dalam satu team, serta kemampuan memimpin dan dipimpin.

Peran dan posisi mahasiswa

Peran moral
Mahasiswa yang dalam kehidupanya tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik berarti telah meninggalkan amanah dan tanggung jawab sebagai kaum terpelajar . Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura  hura dan kesenanggan) maka berarti telah berada persimpangan jalan . Jika mahasiswa hari ini lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu dan mau ambil tahu tentang perubahan di negeri ini maka mahasiswa semacam ini adalah potret Generasi Yang Hilang yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.

Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat penderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas dan di biarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan bantuan baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya.

Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah dan membahagiakan orang tua.

Peran politik
Peran politik adalah peran yang paling berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai Presseur Group ( Group Penekan ) bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim merancang sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini. Pada masa ordebaru di mana daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda pemikiran dengan pemerintah langsung di cap sebagai makar dan kejahatan terhadap negara. Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyakan pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan.
Oleh karena itu Mahasiswa harus tetap menjaga idealismenya sebagai agen kontrol sosial (agent of social control) dan agen perubahan sosial (agent of social change) sein itu mahasiswa juga di sebeut sebagai calon / generasi pemimpin masa depan  (Iron Stock). Sejak era pra kemerdekaan sampai era reformasi, mahasiswa mampu mengambil peran strategis bagi perubahan sosial, politik dan ekonomi.

Tanggung jawab sosial mahasiswa
Dasar pikir perguruan tinggi dipandang sebagai institusi independen, merupakan hal yang menguatkan pemahaman kita bahwa didalamnya terisi oleh para intelektual bangsa dan calon-calon pemimpin masa depan yang mempunyai spesifikasi ilmu masing-masing. Tuntutan atau tanggung jawab ilmu pengetahuan yang didapatkan dari sebuah perguran tinggi membawa kita ke pertarungan sesungguhnya yaitu relaitas dalam bermasrakat nantinya.
Proses pembelajaran disekolah-sekolah maupun diperguruan tinggi ditujukan untuk membekali diri pelajar untuk dapat menjawab tuntutan yang ada dimasyarakat pada umumnya yakni melalui transformasi keilmuan dapat tercipta pemberdayaan masyarakat, partisipasi aktif dalam proses pembangunan dan peningkatan taraf hidup berbangsa dan bernegara.
Yang menjadi tugas sahabat-sahabati adalah mengamalkan ilmu yang sahabat-sahabati dapatkan dikampus nantinya untuk kepentingan dalam bermasyarakat. Baik dalam hal ikut andil dalam memberikan tawaran solusi dari sebuah masalah yang dihadapi, peningkatan SDM, ataupun yang lain.
Sebagai mahasiswa kita mempunyai peran double, pertama sebagai kaum terpelajar yang kedua sebagi anggota dari masyarakat.
Oleh karena itu dengan sendirinya tanggung jawabnya juga menjadi lebih besar karena memainkan dua peran sekaligus. Mahasiswa mempunyai kekuatan dalam daya nalar dan keilmuannnya dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Namun, unsur penting dari ilmu dan daya pikir itu adalah entitas nilai moral yang harus dijunjung tinggi. Seperti yang disampaikan oleh KH. Idham Cholid, “Bahwa ilmu bukan untuk ilmu, tapi ilmu untuk diamalkan.
Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan.
Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa. Stigma yang muncul dalam diskursus perguruan tinggi selama ini cenderung berpusat pada kehidupan mahasiswa. Hal ini sebagai konsekuensi logis agresitivitas mereka dalam merespon gejala sosial ketimbang kelompok lain dari sebuah sistem civitas akademika.
Melihat realitas seperti itu maka perlu ditumbuhkan kesadaran kritis mahassiwa dalam merespon gejala sosial yang dihadapinya, karena di samping belum tersentuh kepentingan praktis, mahasiswa lebih relatif tercerahkan (well informed) dan potensi sebagai kelompok dinamis yang diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis mayarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu, semestinya mahasiswa dapat mengambil peran kemasyrakatan yang lebih bermakna bagi kehidupan kampus dan mayarakat.

Mahasiswa dan Misi Perubahan
Ironis sekali ketika kondisi bangsa yang carut marut dan ditengah persoalan masyarakat yang multikompleks seperti ekonomi, sosial budaya, politik dan sebagainya, peran mahasiswa yang diharapkan menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat. entah itu melalui gerakan mahasiswa justru kehilangan taringnya dan semakin sayup terdengar.
Mahasiswa yang memiliki tanggung jawab sosial terhadap berbagai hal tersebut mengalami disorientasi dan terkontaminasi oleh budaya instan dan budaya pop. Mereka hanya disibukkan dengan kegiatan kampus yang berorientasi pada pemenuhan hasrat pribadi.
Mahasiswa yang seharusnya sebagai pelopor perubahan sosial yang mempunyai sikap kritis melalui berbagai gerakan mahasiswa justru semakin tak terdengar. Ironisnya paska reformasi gerakan mahasiswa yang dulu bersemangat, kini seperti mati suri.
Aksi demonstrasi yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat tak lagi banyak digelar, dan mahasiswa lebih banyak dibelenggu kemewahan hidup akibat kapitalisme. Tak bisa dipungkiri, tugas yang diemban mahasiswa adalah sangat berat.
Sebagai tumpuan berbagai harapan sekaligus sebagai kekuatan pengubah dan pembaharu (agent of change) diharapkan mahasiswa mampu membawa perubahan, memberi perhatian, penjelasan dan pendampingan terhadap persoalan yang sedang dihadapi masyarakat dari berbagai kebijakan ataupun kekuasaan yang menindas dan tidak berpihak terhadap masyarakat.
Dengan demikian mahasiswa adalah salah satu bagian yang mempunyai tanggung jawab dalam mengawal masyarakat (kelas bawah) untuk melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara (pemerintah), melakukan pendampingan kepada masyarakat dengan melakukan pemberdayaan, agar masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Diakui atau tidak dalam proses perjalanan Bangsa Indonesiabukan berarti menafikan yang lainbanyak dikawal dan dipelopori oleh pemuda atau mahasiswa. Sejarah mahasiswa Indonesia sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari dunia sosial-politik.
Sejarah telah mencatat mahasiswa telah menjadi elemen pemuda yang berada digaris terdepan (pelopor) yang meggelorakan api kemerdekaan. Dari situ artinya mahasiswa mendapat tuntutan lebih, yaitu dituntut untuk menguasai bidang ilmunya sekaligus memahami dan menguasai keadaaan sosial politik Indonesia dan dinamika masyarakat Indonesia bahkan dunia.
Sehingga mahasiswa tidak manjadi kelompok masyarakat yang teranealisasi dalam masyarakatnya. Satu hal yang pasti Mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang harus kembali bersama masyarakat dengan misi perubahan. Sehingga berorganisasi adalah hal yang sangat penting.

Semoga Bermanfaat Sahabat/i..
Salam Pergerakan.!!

Sekali Bendera Dikibarkan
Hentikan Ratapan dan Tangisan
Mundur Satu Langkah adalah suatu bentuk pengkhianatan
Tangan Terkepal dan Maju Kemuka

NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)

ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.

Fungsi :
Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadappersoalan-persoalan yang dihadapi.
Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.

Kedudukan :
Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII. Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.

RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
Tauhid
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia. hal ini terkandung dalam surat Al-ikhlas 1-4 dan Al-albaqoroh:130-131.
Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.

Hubungan Manusia Dengan Allah (Hablu Mina Allah)
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.

Hubungan Manusia Dengan Manusia (Hablum Mina Nas)
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa, sebagai mukmin manusia adalah bersaudara.
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencaridanmencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, totlong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Allah dan pencipta alam semesta, dia meciptakan manusia dengan sebaik-baiknya kejadian dan menganugrahkan kedudukan yang terhormat kepada manusia terhdap penciptanya sekaligus.Kedudukan di tandai itu dengan pemberian daya nalar berfikir, kemampuan berkreasi, dan kesadaran moral. Potensi itulah manusia memerankan fungsi sebagi kholifah Fi al ard dan hamba Allah, hal ini terkandung dalam surat Al-anam:165: sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuannya (Az-Dzariat 56) untuk itu mnusia dilengapi dengan kesadaran moral yang harus selelu di rawat.
Dengan demikian, dalam kedudukan sebagai manusia ciptaan Allah, terdapat pola hubunggan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasari pada kedudukan manusia sebagai kholifah dan sebagi hamba ciptaan Allah, hubungan manusia dengan manusia (Hablu min nanas).

Hubungan Manusia Dengan Alam (Hablum Mia Alam)
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Dia menentuka kadar dan hukum-hukumnya, alam juga menunjukan tanda-tanda kebenaran, sifat dan perbuatan Allah, Allah menduduka Alam untuk manusai,da buka sebaliknya. Jika hal ini terjadi dengan sebaliknya, maka manusai akan terjebak dalam penghamban kepada alam, Bukan kepada Allah, Allahmencipkakan manusia sebagai kholofah, sesudah sepantasnya manusai menjadika bumi maupun alam sebagi wahan dalam bertauhid dan bukan sebagi obyek ekspolitas, hal ini terkandung dalam surat Al-Qashas:77

Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan. Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan menyelenggara-kan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan, maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama (al-Muminun, 17-22; al-Hajj,65). Hidup bersama antar manusia berarti hidup antar kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa (Abasa, 17-32; an-Naaziaat, 27-33).

Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tersendiri. Alam perlu didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.

Sumber pengetahuan adalah Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayatNya. Ayat-ayat berupa wahyu dan seluruh ciptaan-Nya. Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Disini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistematis terhadap ayat-ayat Allah.

Pengembangan pemahaman tersebut secara tersistematis dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan iptek juga menunjuk pada kebaharuan manusia yang terus berubah penciptaan pengembangan dan pengusaan terhadap iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari, Jika manusia menginginkan kemudahan hidup untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, usaha untuk memanfaatkan Iptek tersebut menuntut keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan kedamaian.

Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan usia dan keluasan Iptek, sehingga berbarengan dengan iman dan tauhid manusia dapat mengembangkan diri pada derajat yang tinggi.

IHTITAM
Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia. Sosok yang dituju adalah sosok insan kamil Indonesia yang kritis, inovatif, dan transformatif yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah di muka bumi.

Semoga Menjadi Bagian Manifestasi Dzikir, Fikir, Amal Sholeh

STUDI GENDER
DAN
KELEMBAGAAN KOPRI

PENDAHULUAN
Citra bahwa laki-laki itu kuat dan rasional sementara perempuan lemah dan emosional merupakan konstruksi budaya. Citra tersebut bukanlah kodrat. Pembeda laki-laki dan perempuan terletak pada biologisnya, itulah yang disebut kodrat.

Konstruksi budaya di atas seringkali disalahartikan sebagai kodrat sehingga menimbulkan rantai ketidakadilan yang cenderung menindas baik laki-laki dan khususnya perempuan. Ketidakadilan tersebut telah berlangsung selama berabad-abad, setua peradaban manusia.
PMII memiliki komitmen terhadap keadilan gender, dan diwujudkan melalui pelembagaan gerakan perempuan bernama KOPRI. Dalam perjalanan, KOPRI melewati berbagai dinamika. Sempat dibekukan kemudian dalam KONGRES di Kutai (2003) direkomendasikan untuk diaktifkan kembali.

GENDER DAN GERAKAN PEREMPUAN
Pengertian Gender
Menurut bahasa, kata gender diartikan sebagai The Grouping Of Words Into Masculine, Feminine, And Neuter, According As They Are Regarded As Male, Female Or Without Sex  artinya gender adalah “Kelompok kata yang mempunyai sifat, maskulin, feminin, atau tanpa keduanya (netral). Dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan juga bukan kodrat Tuhan. Konsep gender sendiri harus dibedakan antara kata gender dan kata seks (jenis kelamin)”.

Kata gender jika ditinjau secara terminologis merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Inggris. Kata Gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia, cet. XII, 1983, hlm. 265). Dalam Websters New World Dictionary , gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah .
Di dalam Womens Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (Distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Karena istilah gender masih sangat baru dipergunakan dalam blantika perbendaharaan kata di Indonesia, maka kata tersebut tidak dijumpai dalam kamus-kamus bahasa Indonesia. Namun, kata ini terus melakukan proses asimilasi dengan bahasa Indonesia. Pengaruh kuat dari sosialisasi dalam masyarakat maka kata tersebut tidak lagi ditulis dengan huruf italik karena sudah seakan-akan dianggap bagian dari bahasa Indonesia, demikian juga dalam penulisan sebagian telah menggunakan kata gender menjadi gender.
Kata gender ini jika dilihat posisinya dari segi struktur bahasa (gramatikal) adalah bentuk nomina ( noun ) yang menunjuk kepada arti jenis kelamin, sex.
Sehingga jika seseorang menyebut atau bertanya tentang gender maka yang dimaksud adalah jenis kelamindengan menggunakan pendekatan bahasa. Kata ini masih terbilang kosa kata baru yang masuk ke dalam khazanah perbendaharaan kata bahasa Indonesia. Istilah ini menjadi sangat lazim digunakan dalam beberapa dekade terakhir.

Pengertian gender secara terminologis cukup banyak dikemukakan oleh para feminis dan pemerhati perempuan.
Julia Cleves Musse dalam bukunya Half the World, Half a Chance mendefinisikan gender sebagai sebuah peringkat peran yang bisa diibaratkan dengan kostum dan topeng pada sebuah acara pertunjukan agar orang lain bisa mengidentifikasi bahwa kita adalah feminim atau maskulin .

Suke Silverius memberi pengertian tentang gender sebagai pola relasi hubungan antara laki-laki dan wanita yang dipakai untuk menunjukkan perangkat sosial dalam rangka validitasi dan pelestarian himpunan hubungan-hubungan dalam tatanan sosial .

Ivan Illich mendefinisikan gender dengan pembeda-bedaan tempat, waktu, alat-alat, tugastugas, bentuk pembicaraan, tingkah laku dan persepsi yang dikaitkan dengan perempuan dalam budaya sosial. Illich dianggap sebagai orang yang pertama menggunakan istilah gender dalam analisis ilmiahnya untuk membedakan segala sesuatu di dalam masyarakat yang tidak hanya terbatas pada penggunaan jenis kelamin semata.

Zaitunah Subhan mengemukakan bahwa yang dimaksud gender adalah konsep analisis yang dipergunakan untuk menjelaskan sesuatu yang didasarkan pada pembedaan laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial budaya .

Pengertian yang lebih kongkrit dan lebih operasioanal dikemukakan oleh Nasaruddin Umar bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi identifikasi perbedaan dalam hal peran, prilaku dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa sosial.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gender adalah sebuah konsep yang dijadikan parameter dalam pengidentifikasian peran laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada pengaruh sosial budaya masyarakat ( social contruction ) dengan tidak melihat jenis biologis secara equality dan tidak menjadikannya sebagai alat pendiskriminasian salah satu pihak karena pertimbangan yang sifatnya biologis.

Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: An Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan ( cultural expectations for women and men ). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat prihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender.

Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu .

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat ( social contructions ), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

Sedangkan pengertian paham kesetaraan gender -seperti yang dikutip Nasaruddin Umar dari Women's Studies Encyclopedia-, adalah "konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan ( distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat".

Ada beberapa definisi gender lainnya yang dia kutip, namun mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda, yang pada intinya tidak terlepas dari tiga kata kunci: laki-laki, perempuan dan kebudayaan.
Gender dalam Islam
Di dalam ayat-ayat al-Quran maupun as-Sunnah Nabi yang merupakan sumber utama ajaran Islam, terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui mengenai kesetaraan Gender dalam Al-Quran.

Dalam al-Quran surat Al-Isra ayat 70 yang berbunyi (ditulis al-Qurannya dalam buku perempuan sebagai kepala rumah tangga hal 41) bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat. Manusia juga diciptakan mulia dengan memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh karena itu Al-quran tidak mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan karena dihadapan Allah SWT, lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.

Islam mengajarkan umatnya untuk saling menghargai dan menghormati. Menurut Lily Zakiyah Munir (Kompas, 20 Oktober 2005) "Ada sekitar 30 ayat Al Quran yang mengacu pada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan hak perempuan. Lebih lanjut Lily Zakiyah Munir juga menyebutkan bahwa Al Quran juga melarang paling tidak enam bentuk kekerasan terhadap perempuan yang lumrah terjadi di masyarakat Arab pada saat itu. (Asrizal Lutfi, 2008).

Adapun dalil-dalil dalam al-Quran yang mengatur tentang kesetaraan gender adalah:
Tentang hakikat penciptaan lelaki dan perempuan
Surat Ar-Rum ayat 21, surat An-nisa ayat 1, surat Hujurat ayat 13 yang pada intinya berisi bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki-laki dan perempuan serta agar mereka saling mengenal. Ayat -ayat diatas menunjukkan adanya hubungan yang saling timbal balik antara lelaki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis lainnya.
Tentang kedudukan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan
Surat Ali-Imran ayat 195, surat An-Nisa ayat 124, surat An-nahl ayat 97, surat Ataubah ayat 71-72, surat Al-Ahzab ayat 35. Ayat-ayat tersebut memuat bahwa Allah SWT secara khusus menunjuk baik kepada perempuan maupun lelaki untuk menegakkan nilai-nilai islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah SWT juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara lelaki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan Allah pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua kesalahan yang dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara lelaki dan perempuan dimata Allah SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya.

Prinsip Kesetaraan Gender dalam Al-Quran
Menurut D.R. Nasaruddin Umar dalam "Jurnal Pemikiran Islam tentang Pemberdayaan Perempuan" (2000) ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Quran, yakni:
Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba
Menurut Q.S. al-Zariyat (51:56), (ditulis al-Qurannya dalam buku argumen kesetaraan gender hal 248)

Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Quran biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun) , dan untuk mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hujurat (49:13).

Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi
Kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi alard) ditegaskan dalam Q.S. al-Anam(6:165), dan dalam Q.S. al-Baqarah (2:30) Dalam kedua ayat tersebut, kata khalifah" tidak menunjuk pada salah satu jenis kelamin tertentu, artinya, baik perempuan maupun laki-laki mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.
Perempuan dan Laki-laki Menerima Perjanjian Awal dengan Tuhan
Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban amanah dan menerima perjanjian awal dengan Tuhan, seperti dalam Q.S. al Araf (7:172) yakni ikrar akan keberadaan Tuhan yang disaksikan oleh para malaikat. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama. Quran juga menegaskan bahwa Allah memuliakan seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan jenis kelamin. (Q.S. al-Isra/17:70)
Adam dan Hawa Terlibat secara Aktif Dalam Drama Kosmis
Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar ke bumi, selalu menekankan keterlibatan keduanya secara aktif, dengan penggunaan kata ganti untuk dua orang (huma).

Gerakan Perempuan Dan Kapitalisme
Para aktivis politik feminis pada umumnya mengkampanyekan isu-isu seperti hak reproduksi, (termasuk hak yang tidak terbatas untuk memilih aborsi, menghapus undang-undang yang membatasi aborsi dan mendapatkan akses kontrasepsi), kekerasan dalam rumah tangga, meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan keibuan ( maternity leave), kesetaraan gaji, pelecehan seksual ( sexual harassment ), pelecehan di jalan, diskriminasi dan kekerasan seksual ( sexual violence). Isu-isu ini dikaji dalam sudut pandang feminisme, termasuk isu-isu patriarkhi dan penindasan.

Sekitar tahun 1960an dan 1970an, kebanyakan dari feminisme dan teori feminis telah disusun dan difokuskan pada permasalahan yang dihadapi oleh wanita-wanita Barat, ras kulit putih dan kelas menengah. Kemudian permasalahan-permasalahan tersebut diklaim sebagai persoalan universal mewakili seluruh wanita. Sejak itu, banyak teori-teori feminis yang menantang asumsi bahwa "perempuan" merupakan kelompok individu-individu yang serba sama dengan kepentingan yang serupa. Para aktivis feminis muncul dari beragam komunitas dan teori-teorinya mulai merambah kepada lintas gender dengan berbagai identitas sosial lainnya, seperti ras dan kelas (kasta). Banyak kalangan feminis saat ini berargumen bahwa feminisme adalah gerakan yang muncul dari lapisan bawah yang berusaha melampaui batasan-batasan yang didasarkan pada kelas sosial, ras, budaya dan agama, yang secara kultural dikhususkan dan berbicara tentang isu-isu yang relevan dengan wanita dalam sebuah masyarakat.
Gerakan perempuan tidak bisa dilepaskan pada kepentngan kapitalisme. Secara etimologis, kenapa muncul gerakan perempuan? Hari ini baru ada 3 fase:
Fase Kolonialisme. Mereka melakukan penjajahan pada kita karena menilai daerah kita ini menguntungkan. Pada prinsipnya, mereka mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan melakukan penjajah yang mempunyai resource. Indonesia masuk fase pertama dalam kapitalisme ini. Kita tahu kondisi perempuan pada era ini. Mereka tidak punya akses untuk pendidikan, yang punya hanya kelompok priyayi. Ini sebenarnya perebutan antara kelompok kapitalisme dan sosialisme. Gerakan perempuan belum ada bahkan masyarakat lainnya pun tidak ada.

Kita waktu itu belum tahun kenapa hasil bumi kita diserahka kepada Belanda? Mereka hanya tahu hasil bumi mereka dibeli dengan harga murah. Baru kemudian muncul Budi Utomo sebagai gen kritisisme. Mereka kebanyakan memiliki pendidikan cukup dan menyadari kenapa hasil bumi mereka dibeli murah dibanding harga yang ada di dunia lainnya. Generasi berikutnya ada Kartini. Setelah semakin massif dan memiliki kesadaran nasionalisme, dan di NU ada Resolusi Jihad, Indonesia ini punya kita dan kita adalah yang berhak mengatur negara kita. Ini sangat fundamental dan monumental dalam memberika rasa nasionalisme hingga kemudian bisa merebut kemerdekaan dengan Sukarno sebagai presiden pertama.

Saat itu masih ada pertarungan sosialisme dan kapitalisme, sehingga Soekarno mengeluarkan NASAKOM sebagai penengah dua gerakan tersebut. Sejak saat Soekarno inilah muncul kembali gerakan perempuan. Seperti muslimat NU dan Gerwani. Namun, Gerwani dicap PKI. Padahal sebenarnya untuk melawan kapitalisme dengan reformasi agraria yang waktu itu sangat diperhitungkan dibanding gerakan lainnya. Karena konsolidasinya sangat massif dan sudah ada yang duduk di Belanda sebagai perwakilan perempuan Indonesia (Ibu Sujina, yang meninggal 2008).

Kemudian ternyata ada pemutusan gerakan perempuan di era pasca-Soekarno. Dengan lahirnya Soeharto sebagai wakil kapitalisme karena mereka merasa tidak bisa apa-apa ketika dipegang oleh Soekarno. Dengan lahirnya skenario kudeta 65, dengan memunculkan isu bahwa Soekarno adalah PKI.

Mereka (kaum kapitalis Barat) mengadu domba antara gologan abangan dan agamis, dan banyak kiai yang memerintahkan untuk membunuh orang PKI yang padahal banyak juga yang tidak masuk PKI. Kemudian mewacanakan Soeharto sebagai pahlawan.

Fase Developmentalisme. Yang dalam kabinet Suharto berbentuk REPELITA dan melakukan MoU dengan IMF dan Bank Dunia dalam bentuk bantuan yang sebenarnya adalah hutang. Di sinilah kemudian Gerwani di PKI-kan dan juga melakukan pemberangusan terhadap gerakan perempuan lainnnya.

Mulai saat inilah perempuan takut melakukan gerakan. Karena ketakutan terhadap eksistensi Suharto. Di sinilah kemudian muncul double borden dari dampak dimunculkan Darma Wanita dan PKK dengan memberi wacana bahwa wanita puya tanggung jawab terhadap suami sehingga membatasi gerakan perempuan. Akhirnya karena situasi ini tidak efektif dengan munculnya banyak pejabat yang korup dan terbukalah kebobrokan yang lainya.

Fase Neoliberal (Globalisasi). Kelihatannya emang sangat fair , baik pejabat atau orang biasa silahkan berperan dalam arus global ini. Siapa yang kuat dia akan dapat. Tapi yang perlu diingat dalam system ini regulasi negara atau peran negara dibatasi. Semua diserahkan kepada pasar. Kita tahu pemodal ini sebenarnya siapa? Dan kita bisa membayangkan ketika kita dihadapkan dengan para pemodal. Saat ini negara tidak bisa memberikan regulasi tepat dengan munculnya mall-mall yang kemudian akan membunuh pasar tradisional. Akhirnya masih memberikan kesempatan kapitalisme untuk mencari keutungan sebesar-besarnya. Jadi satu sisi gender ini dibawa untuk pasar (komoditi) dengan banyaknya perempuan yang dijadikan media iklan sebagai bentuk pemasaran barang-barang kapitalisme. Dan persaingan terbuka ini mengikis rasa kekeluargaan di negara kita yang lama mengikis rasa kebangsaan kita.

Maka kita harus punya proteksi terhadap hal ini. Memang belum bisa menolaknnya dan juga tidak menerima sepenuhnya. Polarisasi gerakan perempuan hanya berdasarkan isu, maka ini juga berkaitan dengan founding , tidak kemudian mencoba sebenarnya kebutuhan kepentingan perempuan seperti apa sih? Dan hari ini belum ada organ yang bisa menyatukan itu. Ini adalah strategi bagaimana gerakan perempuan ini tidak menjadi besar. Jadi, ketika berbicara peradaban tidak lepas dari masyarakat dan ini berkait dengan kelompok dan kelompok ini juga berdasarkan keluarga yang pointnya ada pada seorang ibu. Jadi ibu ini sebenarnya sebagai kunci. Jadi apabila seorang perempuan hanya memiliki SDM yang rendah, akan mempengaruhi generasi selanjutnya.

Tentang gerakan perempuan dalam kapitalisme global ini, bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam arus itu? Ini perlu melalui pendekatan budaya Indonesia juga masuk dalam kehidupan sehari-hari kita. Riil hari ini masyarakat cenderung taktis ini adalah strategi kapitalis. Kalau kita bertanya, orang yang cantik dan ganteng seperti apa? Jawabannya banyak yang tergantung, dan kita bisa menyimpulkan bahwa konsep ini tidak terlepas dari system kapitalisme global yang tidak terlepas dari produk-produk kapitalisme global.

Hampir semua aktifis perempuan sudah mafhum, bahwa gerakan perempuan secara historis adalah fenomena umum dari gejala maraknya berbagai gerakan sosial baru yang tumbuh sejak pertengahan abad lalu. Ia adalah respon dari kebuntuan gerakan Kiri Lama yang terkurung dalam politik kelas yang berakibat pada sikap acuh tak acuh terhadap realitas penindasan di dalam sub-sub kelas, seperti yang menimpa komunitas kulit hitam dan kaum perempuan.

Maklum saja, bagi Kiri Lama hanya ada dua kelas, kelas kapitalis sebagai kelompok penindas, dan kelas proletar sebagai kelompok tertindas. Dalam pandangan mereka (berbagi dengan Liberalisme, Kiri Lama masih menganut keyakinan rasionalitas Pencerahan yang meyakini kemanusiaan yang sama dan universal), kelas yang telah disebut terakhir ini adalah satu-satunya agen universal yang menjadi motor perubahan.

Refleksi semacam ini lahir di Eropa, sementara realitas peminggiran dan diskriminasi terhadap kaum perempuan adalah fenomena yang hampir merata di belahan dunia. Justeru karena dalam setiap refleksi bersifat partikular, parsial dan selalu ada jarak renggang dengan kenyataan, maka setiap basis dasar pengandaian dari sebuah refleksi mesti ditatap dengan mata kritis dan terbuka.
Apakah universalitas manusia yang acuh tak acuh terhadap realitas diskriminasi dan peminggiran berdasarkan perbedaan budaya, agama, etnik, dan jenis kelamin, atau katakanlah perbedaan konteks struktur dasar masyarakat adalah pengandaian yang cukup memadai sebagai basis gerakan kesetaraan kaum perempuan?
Di kalangan feminis progresif, dalam struktur dasar masyarakat yang patriarkis, kesetaraan universal adalah ilusi. Dan gerakan perempuan seyogyanya tidak lahir dari sebuah ilusi semacam itu. Gerakan perempuan harus lahir dari basis dasar kenyataan sosial yang konkrit. Kenyataan itu adalah perbedaan. Perbedaan budaya, mode ekonomi, nilai religi, kekuatan fisik, aspek psikologis dan biologis, dan seterusnya. Bukan perbedaan yang diingkari dan didiskriminasi, melainkan perbedaan yang dihargai dan dalam konteks yang bersifat relasional.

Di dalam politik perbedaan, butuh suatu strategi: politik ruang. Ruang yang didominasi oleh laki-laki tak banyak yang bisa diharapkan, baik akomodasi suara maupun sumberdaya. Ini realitas, bukan pengandaian. Berdasarkan alasan itu pula, kira-kira, dulu, Kiri Lama yang sudah impoten dan lesu itu harus menggantikan pandangan kelas universalnya dengan gerakan-gerakan sosial baru berbasis perbedaan. Dan Kiri Lama bermetamorfosis menjadi Kiri Baru.

KELEMBAGAAN KOPRI

PMII menyadari bahwa anggotanya perlu diberdayakan semaksimal mungkin. Selama ini kader putri PMII dirasa belum banyak yang diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensinya, padahal jumlah anggota putri PMII terbilang banyak. Untuk itu, konstitusi PMII mensyaratkan keberadaan kader putri dalam setiap tingkatan kepengurusan PMII diberi kuota minimal 1/3 (dari PB sampai Rayon).

Kopri Dalam Tubuh Pmii
Annisa Syaqa-iq ar-Rijal (perempuan adalah belahan laki-laki) begitulah hadist Nabi tentang perempuan. Ini menandakan bahwa Islam menempatkan perempuan secara berdampingan dengan laki-laki dalam ekisistensi, dalam menunaikan peran kehidupannya dan dalam hak serta kewajiban. Perjuangan meningkatkan kualitas hidup perempuan adalah perjuangan memperbaiki kualitas hidup separuh masyarakat. Dengan kata lain, perbaikan hidup perempuan tidak otomatis terwujud melalui perjuangan hidup laki-laki. Ia memilki dunianya sendiri, yang juga harus diperjuangkan olehnya sendiri.

Gagasan apapun yang tidak didukung oleh sekelompok manusia yang siap untuk melaksanakan, memperjuangkan, dan menyebarkannya, pasti akan mati sejak usia dini, atau minimal akan sakit dalam waktu lama, tergeletak di atas dipannya hingga datang seseorang yang mengobatinya, menghindarkannya dari debu-debu masa, dan membebaskannya dari berbagai beban penyakit, lalu menyerahkan kepada sekelompok orang yang akan membentuk tunas gerakan yang akarnya adalah gagasan baru tersebut.

Gagasan yang tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan, tidak dibela, dan tidak diperjuangkan oleh pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan betapapun hebat dan mengagumkan. Sejauh aktivitas, ketangguhan, dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut masa, akan menentukan keberhasilan gagasan tersebut. Selanjutnya akan terbentuklah suatu pergerakan yang terdiri dari sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan berikut struktur organisasinya. Setiap pergerakan apapun memilki gagasan tertentu yang hendak direalisasikan ditengah-tengah manusia, betapapun sederhananya, bahkan terkadang remeh, atau sulit untuk diwujudkan di alam nyata, namun ia tetap berupaya untuk membangun pendukung bagi dirinya.

Dari itu jelaslah urgensi struktur organisasi pergerakan. Istilah gerakan (movement) menurut kamus Webster berarti organized action by people working towards a goal . Kemudian Steaven Buchler menyatakan bahwa gerakan sosial itu sering digambarkan sebagi reaksi kolektif dari suatu kelompok masyarakat yang tersubordinasi (kolektive respons to groups experience of subordinat).

Cikal Bakal Lahirnya KOPRI
Keputusan bersejarah pada pelaksanaan Kongres II PMII yang diselenggarakan di Murnajati Malang menyatakan organisasi berbasis mahasiswa ini keluar dari partai NU dan berbentuk independen. Deklarasi PMII dalam dokumen historisnya di kenal dengan Deklarasi Murnajati.

Independensi ini sifatnya pada ruang gerakan PMII secara keorganisasian karena sisi ideologi ke-Islam-an masih mengekor dengan organisasi induknya (NU). Independensi ini dipicu oleh kondisi sosial politik nasional yang secara otomatis melibatkan partai NU sebagai bagian di dalam pemerintahan dan legislatif membuat PMII baik secara langsung maupun tidak langsung terseret didalamnya. PMII seakan siap dijadikan apa saja sesuai dengan keputusan partai NU; sebagai anak, sebagai mitra maupun sebagai kepanjangan tangan penanaman ideologi parati NU di kalangan mahasiswa.

Tak hanya sifatnya yang strategis, sifat dependen PMII dengan partai NU juga membawa implikasi organisasi yang birokratis. Untuk bisa melakukan kegiatan internal maupun ekternal, PMII harus meminta persetujuan dan tanda tangan dari pimpinan partai NU. Realisasi demikian dirasakan oleh kader PMII sebagai suatu hambatan dan keterbatasan dalam bergerak. Meski harus diakui, selama PMII dependen dengan partai NU lah yang membuck up seluruh kegiatan organisasi.

Ketua umum PB PMII Zamroni pada saat berlangsungnya Kongres Murnajati tersebut di tengah-tengah isu keluarnya PMII dari partai NU mendengar adanya desas-desus aspirasi yang berkembang di kalangan kader puteri. Berbeda dengan kongres sebelumnya, di Murnajati ini kader puteri hadir lebih banyak tiga kali lipat dari sebelumnya. Latar belakang kader yang sebelumnya sudah mengenal PMII dari pengasuh pesantren.

Yang terekam dari kegelisahan kader puteri adalah peran dan posisi mereka di PMII. Bertambahnya jumlah kader perempuan di PMII tak bisa dilepaskan dari PMII.

Dalam usianya yang masih sangat muda, tiga tahun sejak PMII didirikan pada tahun 1960, perkembangan kader perempuan secara kuantitas di propinsi Jawa Timur melesat drastis. Saat berlangsung kongres mereka berkumpul dan mengadakan musyawarah kecil membahas persoalan yang dihadapi. Yang menjadi ganjalan kader perempuan PMII saat itu adalah sebagai berikut:
Keberadaan departemen keputerian yang mengakomodir kader perempuan tidak berjalan efektif karena lingkupnya yang sangat sempit. Departemen tak bisa membuat keputusan yang memudahkan kader perempuan menjalin hubungan dengan pihak luar PMII. Seperti misalnya ketua departemen tak bisa mengeluarkan surat dengan kop dan tanda tangan sendiri. Akibatnya kader permpuan PMII tertinggal dari gerbong gerakan perempuan saat itu karena tak bisa menjalin kerjasama. Kurang leluasanya ruang bergerak bagi kader perempuan semakin dalam dilema ketika PMII secara organisasi membatasi aktifis perempuan.
Meskipun dari sisi kuantitas kader perempuan jumlahanya lebih banyak dari laki-laki namun setiap kegiatan PMII yang melibatkan kaum perempuan hanya ditempatkan pada posisi yang tidak strategis. Tidak ada keleluasaan untuk menentukan diri, potensi dan bakat apa yang harus dikembangkan oleh masing-masing kader selama di PMII, semuanya seakan sudah ditentukan oleh PMII yang notabene diisi kader laki-laki.

Keterlibataban kader perempuan dalam aktifitas publik saat itu selalu berputar dalam lingkaran sebagai peserta dari kegitaan yang dilaksanakan oleh organisasi lain. Dilingkungan partai NU dan Muslimat, kader perempuan sering dipakai untuk penerima tamu, paduan suara, dan peserta karnaval acara hari-hari besar nasional dan keagamaan.

Pengaruh eksistensi organisasi di luar PMII yang memilki sayap gerakan perempuan turut andil dalam proses pendidikan kader bangsa. Organisasi sayap dengan leluasa melakukan kegiatan sosial-kemasyarakatan tanpa melanggar aturan bersama yang disepekati dalam organisasi induk. Organisasi sayap ini seperti misalnya Bayangkara (ikatan istri polisi), Persit, Kohati, Gerwani dll.

Organisasi sayap berbasis perempuan di era tahun 60-an telah memainkan ideologisasi kepada masyarakat basis yang menjadi konstituennya. Seperti misalnya, Gerwani hadir dengan bangunan ideologi komunis yang disampaikan dalam siu-isu emansipasi perempuan.

Alasan dibentuknya Korps PMII Putri (KOPRI) yang mengemuka saat itu berasal dari kebutuhan kader perempuan PMII untuk memisahkan diri dari induknya, yakni PMII. Mereka tak hanya merasa kurang leluasa dalam melakukan aktivitas gerak perempuan di dalam tubuh PMII, melainkan setting sosial politik yang kian tidak mendukung bagi eksistensi kader perempuan jika masih tetap mengurung diri dalam departemen.

Landasan Normatif
Dalam Bab VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota Kepengurusan, Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan ayat (2) Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan anggota.

Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII ada dalam bab VIII Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2) Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi (PO).

Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan pembentukan lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI) sebagaimana dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1): Wadah perempuan bernama KOPRI; ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI didirikan pada 29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967; dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam hubungannya dengan PMII.

Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI dan PC KOPRI.

Visi dan Misi KOPRI

Visi KOPRI adalah Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Misi KOPRI adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikan gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.

KOPRI Sebagai Asset Pemberdayaan Perempuan
KOPRI harus memandang potensi kekuatan konstituens yang berlakang pendidikan memadai, merupakan potensi yang dapat dioptimalkan perannya dalam gerakan tranformatif. Watak pergerakan yang mengedepankan idealisme merupakan kekuatan potensi bagi KOPRI untuk menjalankan fungsi social control sebagai salah satu preassure group. Dengan kekuatan nilai Islam insklusif dalam bingkai paradigma Ahlu Sunnah wa al-Jamaah menjadi landasan moril dalam beraktivitas. Maka KOPRI sangat potensial untuk melakukan trasfomasi menjadi gerakan yang mendukung perjuangan menuju masyarakat yang berkesetaraan.

Gerakan-gerakan yang muncul kemudian memang memiliki kekuatan human resources yang kemudian menjadi kiblat bagi gerakan perempuan di Indonesia. Kondisi ini membuat KOPRI menjadi silau dan minder sehingga lebih memilih untuk mengembangkan gerakan perempuan melalui wadah-wadah baru tersebut. Akan tetapi KOPRI memiliki peluang yang bisa dimenej menjadi sebuah kekuatan yang sejajar bahkan di atas gerakan-gerakan perempuan yang baru ada pada saat wacana gender muncul.

Perjalanan Sejarah KOPRI
Perjalanan sejarah organisasi yang bernama Korps PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada kongres III PMII pada tanggal 7-11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dengan berkedudukan di Surabaya Jawa Timur dan lahir bersamaan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1976. Musyawarah Nasional pertama Korp PMII Putri diselenggarakan pada kongres IV PMII 1970.

KOPRI dari masa ke masa mengalami ketidakharmonisan karena minimnya koodinasi. Hanya pada saat Ali Masykur Musa (1991-1994) yang memiliki keharmonisan dengan Ketua KOPRI-nya dari Lampung (Jauharoh Haddad). KOPRI pada awalnya diposisikan menjadi badan otonom dari PMII namun sekarang menjadi semi otonom yang mana pimpinan KOPRI dipilih atau ditunjuk oleh Ketua Umum PB PMII. Konsekuensinya KOPRI harus berada di cabang-cabang di setiap daerah.

KOPRI mengalami keputusan yang pahit ketika status KOPRI dibubarkan melalui voting beda suara pada Kongres KOPRI VII atau PMII XIII di Medan pada tahun 2000. Merasa pengalaman pahit itu terasa, bahwa kader-kader perempuan PMII pasca konres di Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan dan tidak menentu, oleh sebab itu kader-kader perempuan PMII mengganggap perlu dibentuknya wadah kembali, kongres XIII di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur pada tanggal 16-21 April 2003 sebagai momentum yang tepat untuk memprakarsai adanya wadah.

Maka, terbentuklah POKJA perempuan dan kemudian lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29 September 2003 karena semakin tajam semangat kader perempuan PMII maka pada kongres di Bogor tanggal 26-31 Mei tahun 2005 terjadi perbedaan kebutuhan maka terjadi voting atas status KOPRI denga suara terbanyak menyatakan KOPRI adalah Otonom sekaligus memilih ketua umum PB KOPRI secara langsung sehingga terpilih dalam kongres sahabati Ai maryati Shalihah. Dalam Kongres PMII ke-16 di Batam, Maret 2008, setelah melalui sidang dan voting yang menegangkan dan melelahkan hingga subuh, memutuskan status KOPRI Semi Otonom.

Ketua Umum KOPRI dari Masa ke Masa
Berikut ini daftar nama-nama Ketua Umum PB KOPRI sepanjang masa (1967-sekarang).
Mahmudah Nahrowi 1967-1968
Tien Hartini 1968-1970
Ismi Maryam BA 1970
Zazilah Rahman BA 1971
Siti Fatimah Bsc 1972
Adiba Hamid 1973
Wus'ah Suralaga 1973-1977
Choirunnisa Yafishsham 1977
Fadilah Suralaga 1977-1981
Ida Farida 1981
Lilis Nurul Husna 1981-1984
Iis Kholila 1985-1988
Iriani Suaida 1988
Dra. Khofifah Indar parawansa 1988-1991
Dra. Ulha Soraya 1991
Jauharoh Haddad 1991-1994
Diana Mutiah 1994-1997
Luluk Nur Hamidah 1997-2000
Umi Wahyuni 2000-2003
Efri Nasution 2003
Winarti 2003-2005
Ai Maryati Shalihah 2005-2007
Eem Marzu Hiz 2008-2010
Irma Muthoharoh 2010  2011
Endang Estiyanti 2011  2013
Ai Rahmawati 2014-2016

STRATEGI PENGEMBANGAN KOPRI
Korp PMII Putri, sebagai wadah kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini perannya sebagai khalifatullah fil ardl dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi segenap alam. Karenanya keberadaan KOPRI harus bisa menjadi sesuatu yang bisa dirasakan kemanfaatannya tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki maupun perempuan tetapi juga bagi seluruh Umat yang ada di bumi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Relasi PMII dan KOPRI sebenarnya tidak berbenturan, hanya secara gerakan, perempuan mempunyai wilayah sendiri. Hanya koordinasi yang sifatnya tidak begitu prinsip. Yang penting selama tidak bertentang ini harus tetap didukung. KOPRI menempatkan teori gender hanya sebagai analisa saja agar kita tidak terbelenggu dengan budaya patriarkal sehingga perempuan bisa menentukan gerakannya sesuai dengan kebutuhan perempuan tersebut. Wacana gender sebagai alat saja bukan sebagai tujuan. Dan wacana gender disesuaikan dengan wacana keislaman dan kearifan lokal.
Prosentase perempuan di setiap Mapaba PMII ada 60%. Cukup banyak namun dalam pengkaderan kita belum mumpuni mengggarapnya. Paling banter hanya bisa survive 5 kader di setiap cabang. Karena kita akhir-akhir ini kehilangan sosok-sosok kepemipinan perempuan di tingkat cabang, kota, dan kabupaten se-Jawa Tengah yang bisa berkomunikasi dengan PB dan basis.

Tugas utama KOPRI PMII adalah bagaimana mensinergikan kader perempuan PMII yang cukup banyak dengan wadah yang berbeda-beda. Yakni, sesuai dengan local genius yang berbeda di masing-masing cabang. Juga mensinergikan antara PB dan pengurus di bawahnya (PKC, PC, PK dan PR).
Strategi Pengembangan Internal
Strategi pengembangan organisasi KOPRI adalah dengan membentuk KOPRI di masing-masing cabang ke bawah.
Kader yang kuliah di basis kampus agama atau orang pesantren pada awalnya memang mengalami konflik terhadap wacana gender. Namun, kemudian mampu melakukan pembedahan tentang gender dan disesuaikan dengan basic keilmuannya ternyata ayat-ayat yang dipahami patriarkhi ternyata sangat memperjuangkan hak perempuan.

Strategi kaderisasi yang ditempuh KOPRI adalah:
Ideologisasi KOPRI;
Penguatan institusi. Dalam Kongres Bogor, KOPRI sebagai laboratorium gerakan sebagai institusi independent;
Mempertegas posisi;
Penguatan intelektual;
Membentuk masyarakat berkeadilan gender,
Konsolidasi gerakan. Seperti pertemuan hari ini merupakan salah satu bentuk konsolidasi gerakan perempuan

Bagaimana system dan format serta strategi kaderisasi yang direncanakan ke depan? Ada tiga hal yang hendak saya sampaikan:
Hakikat pengkaderan;
Strategi pengembangan kaderisasi,
System kaderisasi yang dibangun di level nasional.

Hakikat pengkaderan adalah kita punya alasan kenapa pengkaderan harus dijalankan di setiap organisasi;
Argumentasi Idealisme, diinterpretasikan melalui nilai-nilai yang harus selalu dikonsumsi oleh kader;
Argumentasi Strategis; diimplementasikan dalam pemberdayaan kader
Argumnetasi Taktis; dengan tujuan memperbanyak kader. Dalam konteks organisasi kaderisasi harus seimbang antara kualitas dan kuantitas;
Argumentasi Pragmatis; karena adanya kepentingan dan persaingan kelompok;
Argumentasi Administrative; karena adanya mandat organisasi.

Terdapat 3 pilar dalam kaderisasi, yaitu:
Membentuk keyakinan kader; dalam konteks iman dan idiologis;
Pengetahuan; diinterpratasikan melalui ilmu;
Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill .
Berbicara system kaderisasi KOPRI maka penting juga membuat modul. Muncullah resources gerakan dalam konteks ini kita memasukkan system kaderisasi KOPRI, baik formal, informal maupun nonformal.
Mengenai pelatihan gender kita juga sangat sepakat, agar lebih tertata dan lebih banyak yang didapat oleh kader perempuan. Apa yang belum digarap oleh PMII maka mari digarap melalui KOPRI. Misalnya, pelatihan TOF ( Training of Fasilitator ) tapi dengan menggunakan perspektif KOPRI.

Kita menawarkan bentuk kaderisasi di KOPRI, kita memasukkan materi  materi dalam modul MAPABA, PKD, PKL (studi gender dan institusi KOPRI).Di samping melalui pengkaderan formal di tingkat PKC juga memberikan pengenalan untuk mensinkronkan yang terjadi dicabang-cabang yang sifatnya pengayaan. Dengan PB PMII, sudah disepakati materi KOPRI juga bisa masuk dalam kaderisasi informal.

Hasil negosiasi antara KOPRI dengan PB PMII hari ini menemukan kesepakatan memasukkan materi KOPRI dalam kaderisasi formal PMII. Ini bagian dari publikasi KOPRI ke anggota PMII hingga level basis: cabang, komisariat dan rayon. Persoalan rekruitmen, persoalan legal atau tidak legal menjadi penting. Sangat sah jika kita melakukan perekrutan tidak formal. Jika kita melakukan rekrutment tersendiri kita harus pisah secara administrasi dari PMII atau berdiri sendiri membuat organisasi sendiri.

Untuk peningkatan capacity building di kalangan kader perempuan dan berbicara yang selama ini belum dilakukan yang tentunya lebih berperspektif, maka keberadaan modul sangat penting, seperti dalam folow-up Mapaba ada materi Training gender, SAS dan Trainig leadership, kemudian follow-up pasca-PKD ada Pelatihan Advokasi Gender dan Pelatihan Fasilitator, kemudian pasca-PKL ada ToT gender dan Gender Budgeting.

Strategi Gerakan Eksternal
Dalam konteks kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, keberadaan KOPRI diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang aktif dalam memberikan tawaran-tawaran gerakan untuk mengurangi perosalan-persoalan yang muncul di masyarakat, misalnya persoalan HAM, Demokrasi, Globalisasi, Hukum, Pemerataan Ekonomi, Kebudayaan, Keberagamaan dan Pluralisme, lingkungan dan yang paling khusus adalan persoalan Gender. Isu Gender pada dasarnya menegaskan eksistensi individu baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam gender ditegaskan bahwa setiap individu memiliki kemerdekaan untuk memilih dan menetukan nasibnya sendiri. Dan wacana gender memiliki imbas yang sangat dahsyat bagi perempuan. Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan gender yang ditangkap mentah-mentah membawa efek pada tersedianya perempuan keluar rumah dan bekerja di pabrik-pabrik. Perempuan bekerja (sebagai buruh pabrik) dianggap sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender.

Padahal apa yang dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama dengan yang mereka kerjakan didalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan seperti memasang kancing baju, menjahit, dan sejenisnya). Artinya, hanya memindahkan kerja domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Dan yang lebih parah, tingkat penderitaan yang diterima perempuan di luar rumah jauh lebih kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak yang lain, masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang bekerja khususnya yang kerja malam atau sudah bersuami.

Apa yang ditulis di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi buta terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi kita sebagai warga negara tetapi juga sebagai perempuan.

KOPRI melihat bahwa gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih gamblang atas prosse-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan fisik dan nonfisik, marjinalisasi ekonomi, dan beban ganda yang selama ini dialami perempuan. Ketidak adilan gender yang dialami perempuan tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti kebijakan-kebijakan pemerintah dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama yang misoginis serta budaya-budaya populer yang merasuk lebih dalam dari agama ke dalam individu-individu.

Untuk itu, KOPRI akan selalu melakukan pembacaan kritis dan memiliki sensitifitas Gender dalam mensikapi produk-produk kebijkaan pemerintah dengan memberikan alternatif-alternatif berdasarkan tawaran gagasan yang lebih mengakar dan relevan dengan kepentingan masyarakat khususnya perempuan. Dan pembacaan yang kritis adalah pembacaan yang bersifat multidimensi dan berkelanjutan, karenanya KOPRI membutuhkan dukungan moral, politik sekaligus intelekutal khususnya dari PMII sebagai induk gerakan agar setiap pilihan gerakan yang diambil KOPRI nantinya akan saling menguatkan dan sinergis dengan grand design yang telah dirancang PMII dalam melihat persoalan masyarakat, negara dan dunia.

Membangun Citra Diri Kader
Untuk membangun citra kader KOPRI, dalam buku Potret Gerakan Perempuan PMII disebutkan, yaitu antara lain:
Intelektual-Akademik
Pilihan untuk bergumul dalam dunia intelektual-akademik ini seharusnya memang merupakan sesuatu yang intern dalam diri kader. Hal ini mengingat kader KOPRI merupakan insan akademik dalam posisi sebagai mahasiswa aktif yang lekat dengan atribut intelektual.

Gerakan Perempuan dan Advokasi Sosial
Kultur gerakan merupakan bagian dari cara penyampaian aspirasi dan bentuk perjuangan kader. Maraknya gerakan perempuan Indonesia sejak terbukanya keran demokrasi telah manjadi bahasan sendiri dalam agenda global di Indonesia selain isu HAM dan demokratisasi. Gerakan perempuan ini menemukan momentumnya seiring dengan membesarnya laju persoalan pelik yang menimpa kaum perempuan.

Persoalan perempuan yang kemudian menjadi isu tersebut secara garis besar tergambar dari kasus-kasus yang menimpa Tenaga Kerja Wanita yang kian semerawut, kekerasan dalam rumah tangga, jual beli perempuan dan anak atau trafikking, masalah pelacuran yang tak mengundang solusi.

Dari masalah di atas tak ayal aktivis-aktivis perempuan yang getol menempatkan gerakan perempuan sebagai upaya untuk merubahnya. Karena yang menjadi target utama dalam dari gerakan perempuan adalah sentuhan persoalan perempuan kepada penentu kebijakan. Gerakan masa ini dalam sejarahnya dipandang efektif sebagai aplikasi dan fungsi agent of control terhadap kebijakan Negara. Di sinilah kader KOPRI juga turut melibatkan diri.

Politisi dan Aktivitas Politik
Menjadi politisi atau menggeluti aktivitas politik bagi kader KOPRI merupakan sesuatu yang prestis. Namun demikian keterlibatan mereka dalam wilayah pertarungan ini masih ditampakkan dengan sikap malu-malu baik ketika mereka masih menjadi mahasiswa atau ketika menyandang gelar alumni.

Berbeda dengan laki-laki, wilayah politik yang mengharuskan pemainnya terlibat dalam pertarungan membuat kader perempuan enggan berhadapan dengan resiko. Resiko yang dimaksud adalah spekulasi intrik dan konspirasi didalamnya.

Professional
Kader yang menentukan pilihan ini dalam hitungan jari. Pasalnya kader KOPRI yang memilki titik kecenderungan menekuni sebuah profesi secara professional (diangap kurang popuer) dibandingkan dengan garapan lainnya, terutama politik. Hal ini bisa dimaklumi mereka tidak dapat enjoy dan mengaktualisasikan gagasannya mengingat iklim yang tercipta tidak (belum) kondusif.

Penyebab lainnya adalah latar belakang akademis kader KOPRI yang masih berkisar pada Islamic Studies. Komunitas KOPRI tidak mampu mensuplai kebutuhan pasar berupa tenaga kerja yang professional yang mensyaratkan kemampuan teknokratis. Akibatnya posisi dalam birokrasi, sektor swasta tidak diduduki kader-kader KOPRI.

Kelompok Sosial Keagamaan
Inilah pilihan citra diri kader Kopri yang menempati posisi mayoritas. Posisi mereka pada kelompok sosial keagamaan, jika mau jujur sesungguhnya bukanlah pilihan prioritas.

Bermodal basic pendidikan Pesantren yang sarat nilai-nilai agama membuat kader KOPRI banyak mengambil pilihan dalam bidang sosial-keagamaan setelah lulus kuliah. Pilihan ini terlihat dari aktivitas mereka ketika masih terlibat dalam organisasi PMII. Di KOPRI mereka banyak menyeburkan diri dalam aktivitas sosial kemasyarakatan seperti bakti sosial, advokasi anak-anak jalanan, pendidikan alternatif kaum miskin kota dan pengajian keliling. Aktivitas inilah yang nantinya membentuk citra diri kader dalam keberpihakan pada aktifitas sosial-keagamaan.

PENUTUP
Demikian sepintas pemaparan mengenai KOPRI dan strategi gerakan perempuan di Indonesia. Alternatif-alternatif gagasan yang mengakar dan relevan kepentingan perempuan, akan KOPRI munculkan dengan didahului oleh pembacaan persoalan tingkat lokal dengan sensitif dan argumentatif untuk kemudian ditarik menjadi kebutuhan-kebutuhan bersama ditingkat yang lebih luas. Sehingga KOPRI yang notabene merupakan sebuah intitusi pengkaderan berbasis kader perempuan di PMII tidak terjebak pada isu-isu sporadis yang menhabiskan energi dan mengaburkan tujuan organisasi dalam jangka panjang. Semoga ada manfaatnya.

KE ISLAMAN DI PMII

Pergerakan mahasiswa islam Indonesia ( PMII ) adalah organisasi kader yang menjadi elemen penting dalam gerakan mahasiswa di Indonesia, PMII merupakan wadah perjuangan , kreatifitas, dan proses aktualisasi diri bagi semua kader, dengan catatan mereka memiliki intregitas, loyalitas dan komitmen yang kuat, serta tanggung jawab yang nyata sebagai bagian dari elemen gerakan mahasiswa.
Sesuai dengan namanya PMII mempunyai acuan prinsipil dari sumber  sumber ke-Islaman ( khususnya Islam Aswaja) dan ke  indonesiaan ( pancasila ). Entitas dua sumber tersebut menjadi sangat penting bagi PMII karena kedua sumber tersebut mempunyai nilai dan karakteristik yang universal, fundamental, (mendasar) dan bersifat terbuka satu sama lainya.

ASWAJA ( Ahlussunnah wal jamaah )
Ahlussunnah Wal Jamaah ( Aswaja ) merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian PMII. Dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) disebutkan bahwa Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengalaman keyakinan Tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap anggota/kader organisms kita. Akarnya tertanam dalam pada pemahaman dan perilaku penghayatan kita masing-masing dalam menjalankan Islam.

Selama ini proses reformulasi Ahlussunnah Wal Jamaah telah berjalan, bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebai sebuah nadzhab. Padahal dalam ASwaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqih. Selain itu, gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang konteks tual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah wal jamaah sebagai manhaj al-fikr ( metode berpikir ).

PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat relevan dengan perkembangan zaman, karena muatan doctrinal Aswaja selama ini yang terkesan terlalu mengikat. Sebagai manhaj, Aswaja menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk menciptakan ruang kreatifitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru untuk menjawab perkembangan zaman.

SEJARAH
Aswaja adalah : sebuah aliran firqoh dalam agama islam yang lahir dari pertentangan antara umat islam waktu itu,yaitu setelah berakhitnya kepemimpinan Rasullah SAW, yang kemudian diteruskan oleh para shahabat Nabi pada akhir periode kepemimpnan Ali K.W, terjadi sebuah peristiwa besar di kalangan umat islam yaitu: peristiwa yang dikenal dengan nama perang shiffin ( th. 37 h ) perang yang melibatkan Ali K.w, sebagai kholifah pada waktu itu deunngan pihak muawiyah bin abi sufyan R.a, ( sebagai salah satu keluarga dekat sahabat Utsman Bin Affan Ra. ) pada akhirnya perang ini berakhir dengan proses arbitrase (perdamaian) yang di komandani oleh Amr bin Ash yang mengangkat mushhaf Kitab Suci Al-Quran di tengah  tengan kedua belah pihak yang berperang, peristiwa ini dikenal dengan istilah tahkim ( ishlah) peristiwa ini juga melahirkan kelompok khawarij ( kelompok yang keluar dari golonhan Ali Ra karena tidak sepakat dengan keputusan Ali Ra, yang mau berdamai dengan perang siffin )

Satu abad kemudian, timbul golongan Mutazilah di bawah kepemimpinan washil bin atho ( 80  113 h ) dan umar bin ubaid ( w. 145 h ) kaum ini mengeluarkan fatwa yang ganjil dan tentu saja bertolak dengan Itikad Nabi Saw di antaranya adalah mereka menyakini adanya  manzilah baina manzilataini yaitu tempat diantara dua tempat ( surga dan neraka ), mereka juga menyakini bahwa sifat tuhan tidaklah ada, bahwa mirojnya nabi Saw sekedar rohnya saja dan al-quran adalah makhluk.

Menyusul berikutnya paham Qodariyah yang menyatakan bahwa manusia punya otoritas penuh atas dirinya sendiri, dengan kata lain bahwa tuhan tidak sama sekali terlibat dengan urusan manusia, sebaliknya muncul faham Jabariyah yang Itikad bertolak belakang dengan Qodariyah, artinya manusia sama sekali tidak memiliki ikhtiyar dan usaha, karena Allah telah menciptakan sekenario yang sedemikian rupa, tidak sampai disitu ada juga faham Mujassimah yang menyerupakan tuhan dengan mahkluk, misalnya tuhan itu punya tangan, kaki, serta duduk diatas kursi, atau faham ibnu taimiyah yang agak berlainan mengenai ziarah kubur, tawasshul, dan istighosah. Kemudian abad berikutnya timbulah faham ahlussunnah wal jamaah.

Bisa dikatakan bahwa idielogi Ahlissunnah Wal Jamaah ini lahir dari ptroses dialektika, sebab dengan banyaknya faham dan aliran yang berkembang saat itu, dirasa perlu adanya jalan tengan ( middle path) agar kaum muslimin yg terutama yang masih awam tidak terjererumus kedalam kesesatan akidah. Dalam hal ini tidak sedikit golongan yang justru terjebak dalam fanatisme yang berlebihan sehingga menganggap bahwa golongan yang lain keliru, sesat dan sebagainya ( truth claim ).

Firqoh (golongan) ahlussunnah waljamaah di kembangkan pertama kali oleh alimul llamah Abu hasan al- Asyari ( 260  324 h ) sebagai ulama yang mempunyai kapasitas Intelektual dibidang Akidah ( ushuluddin ) dan mempunyai perhatian terhadap kondisi sosio-religius masyarakatnya pada waktu itu, yang dihigemoni ( terkekang ) oleh golongan mutazilah yang menjadi firqoh resmi Negara, pada masa pemerintahan Al  maun dari dinasti abasyiah di irak dan sekitarnya. Dengan demikian acuan utama faham ahlussunnah wal jamaah ini adalah :

Bidang Akidah Tauhid
Mengacu pada pandangan pemikiran abu hasan al- asyari dan abu mansur al-maturidy ( 333)
Bidang Fiqh ( syariat)
Mengacu pada rumusan  rumusan fiqh ( hukun islam) madzhab yang empat, madzhab imam syafii, hanafi, hambali, dan maliki.
Bidang Tasawuf
Mengacu pada konsep konsep tasawuf-nya hujjatul islam al-imam al-ghozali dan imam juneid al-baghdaty

BER-ASWAJA DI PMII
Dengan tetap berkomitmen terhadap prinsip Yang artinya : menjaga / memelihara hal-hal yang lama yang baik dan mengambil / mencari ( discover) hal-hal baru yang lebih baik.

Dengan prinsip yang sangat popular di kalngan nahdiyyin ini PMII tegas untuk selalu memiliki sikap dan main-stream gerakan yang menjunjung tinggi nalai- nilai universal ( humanisme ) dinamika kemasyarakatan ( sosio-kultural ) dan selalu kritis terhadap perkembangan dan realitas yang terjadi di realitas yang ada di lingkungan mikro, maupun makro masyarakat yang ada di Indonesia.

Lebih praksisnya PMII memiliki versi sendiri mengenai poin-poin prinsip aswaja sebagai acuan nilai ke-islaman-an dalam setiap sikap dan main-tream gerakanya, poin-poin terseut adalah :
Taadul / equal ( bersikap adil) : dengan nilai ini, PMII mendorong setiap kadernya untuk selalu bertindak dan bersikap adil dalam setiap aspek hidupnya.
Tasamuh / tolerance (bersikap toleran) : toleransi adalah kunci dalam berinteraksi dan komunikasi dengan siapapun, karena dengan tolerensi berarti kita membuka diri untuk menghargai eksistensi orang lain yang mungkin berbeda dengan kita dalam bebagai hal.
Tawassuth / moderat ( berfikir moderat) : prinsip moderat adalah suatu yang tidak bisa di tawar dalam PMII karena PMII berdiri agar bisa bermanfaat bgi semua pihak.
Tawaazun / balance ( berfikir dan bersikap seimbang) : keseimbangan dalam berfikir dan bertindak dalam segala hal merupakan pintu gerbang menuju keharmonian kehidupan yang tidak hegenonif dan diskriminatif, tapi lebih mengedepankan sikap terbuka terhadap seluruh kemungkinan yang ada.

Namun demikian prinsip di atas tidak ada fungsinya ketika tidak di proyeksikan untuk mengambil peran utama dalam proses dan keberpihakan terhadap kaum- kaum marginal.


ANTROPOLOGI KAMPUS

Universitas adalah tempat untuk memahirkan diri kita,
bukan saja di lapangan technical and managerial know how,
tetapi juga di lapangan mental, di lapangan cita-cita,
di lapangan ideologi, di lapangan pikiran.
Jangan sekali-kali universitas menjadi tempat perpecahan.
(Soekarno , Kuliah umum di Universitas Pajajaran, Bandung, 1958).

KAMPUS DAN NORMA KAMPUS
Pengertian Kampus
Kampus, berasal dari bahasa Latin; campus yang berarti "lapangan luas", "tegal". Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri. Misalnya, Universitas Indonesia di Jakarta, yang memiliki 'kampus Salemba' dan 'kampus Depok', atau Universitas Diponegoro yang memiliki 'kampus Pleburan dan kampus Tembalang, atau pola IAIN yang dulu mempunyai banyak cabang di daerah yang sekarang berubah menajdi STAIN, atau seperti yang sekarang dijalani UWH Semarang yang mempunyai banyak cabang di daerah.

Kampus juga terkadang menyediakan asrama untuk mahasiswa. Di Inggris dan banyak negara jajahannya seperti Amerika Serikat dan lain-lain, sebuah kampus terdiri dari universitas atau sekolah dengan asrama atau tempat kos atau pondok para mahasiswa. Di sana sebuah gedung sekolah berada di kompleks yang sama dengan gedung penginapan. Di Indonesia hal-hal seperti ini kadang-kadang ada pula, terutama di tempat akademi militer, dan sekarang mulai dilakukan pula oleh beberapa kampus besar seperti UI, Undip, dan IAIN, dengan mendirikan asrama di sekitar kampus akan membuat mahasiswa lebih banyak mengabiskan waktunya untuk studi dan mudah dikontrol oleh pihak kampus.

Kampus merupakan tempat belajar-mengajar berlangsungnya misi dan fungsi perguruan tinggi. Dalam rangka menjaga kelancaran fungsi-fungsi tersebut, Upaya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi, memerlukan penyatuan waktu kegiatan beserta ketentuan-ketentuan di dalam kampus.

Norma Akademik (Etika Kampus)
Norma akademik adalah ketentuan, peraturan dan tata nilai yang harus ditaati oleh seluruh mahasiswa Ubaya berkaitan dengan aktivitas akademik. Adapun tujuan norma akademik adalah agar para mahasiswa mempunyai gambaran yang jelas tentang hal-hal yang perlu dan/seharusnya dilakukan dalam menghadapi kemungkinan timbulnya permasalahan baik masalah-masalah akademik maupun masalah-masalah non akademik.
Masalah akademik adalah masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan kurikuler, Masalah non akademik adalah masalah yang terkait dengan kegiatan non kurikuler. Sedangkan Pelanggaran adalah perilaku atau perbuatan, ucapan, tulisan yang bertentangan dengan norma dan etika kampus. Etika kampus adalah ketentuan atau peraturan yang mengatur perilaku/atau tata krama yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa Ubaya. Etika kampus meliputi 2 hal penting yaitu ketertiban dan tata krama.

B. TIPOLOGI MAHASISWA
Adakampus pasti ada civitas akademika, baik rektor, pembantu rektor, dekan, dosen, pegawai, dan mahasiswa. Semua civitas akademika tersebut satu sama lainnya saling terkait. Mahasiswa sebagai komponen utama (karena jumlahnya lebih banyak ketimbang yang lainnya) sangat penting duperhatikan bagi denyut nadi kampus. Mahasiswa datang dari berbagai penjuru daerah tentu mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda.
Sebagai mahasiswa, mayoritas anggota baru PMII perlu memahami berbagai jenis tipologi mahasiswa, dan kira-kira ingin menampatkan dirinya dalam tipe seperti apa. Kita meconba melakukan klasifikasi atas tipologi mahasiswa, walau ini tidak bersifat paten karena setiap diri kita bisa membuat tipologi sesuai dengan yang kita lihat dan rasakan. Anda sendiri bisa memegang dua katagori atau tiga bahkan empat sekaligus dari tipologi yang kitra susun ini. Bahkan mungkin masih membuka munculnya jenis tipologi lainnya. Yang penting semoga Anda bisa berguna bagi diri Anda sendiri dan bagi orang lain dalam lingkungan kehidupan keluarga, organisasi dan masyarakat.

Mahasiswa Pemimpin
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu terlihat mencolok dan aktif dibandingkan mahasiswa lainnya. Hidupnya di perkuliahan sangat bervariatif diisi dengan berbagai kegiatan, dan ia tidak hanya belajar dari kuliah semata, namun juga belajar dari lingkungan. Ia akan aktifg di organisasi, baik intra maupun ektra kampus. Biasanya tapi tidak mengikat- tipe mahasiswa seperti ini tidak memiliki keinginan yang besar untuk lulus terlalu cepat, karena ia mencari pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menjadi pemimpin di masa depan. Cita-citanya, biasanya ingin menjadi pemimpin perusahaan, lurah, bupati, DPR, menteri, bahkan presiden.

Mahasiswa Pemikir
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu berpikir dan terus berpikir. Hobinya membaca buku, diskusi dan menulis. Terkadang orang jenis ini karena terus belajar- tanpa menghiraukan sekitarnya, agar bisa mendapatkan jawaban atas apa yang dipikirkannya. Biasanya tipe mahasiswa seperti ini jika telah lulus ingin jadi ilmuwan, peneliti, dosen atau akademisi
.
Mahasiswa Study Oriented
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu rajin masuk kuliah dan melaksanakan tugas-tugas akademik. Mahasiswa jenis ini tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di kampus. Pokoknya yang penting mendapatkan nilai bagus dan cepat lulus.

Mahasiswa Hedonis
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, tidak mau aktif di organisasi. Ia selalu menjalani kehidupan dengan hedonis, glamour, dan happy-happy. Kalau ke kampus sering memakai pakaian yang norak, memakai mobil, dan nongkorong di mall, kafe, dan tempat hiburan lainnya.

Mahasiswa Agamis
Tipikal mahasiswa seperti ini kemana-mana selalu membawa al-Quran, berpakaian ala orang Arab, tampil (sok) islami, menjaga jarak terhadap lain jenis yang tidak muhrim.

Mahasiswa K3 (Kampus, Kos dan Kampung)
Tipikal mahasiswa seperti ini kesibukanya hanya K3, yaitu kampus, kos dan kampung. Kalau tiba jam kuliah ya berangkat kuliah, kalau selesai pulang kos, atau ada waktu cukup pulang kampung.

Mahasiswa Santai Semaunya Sendiri
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, selalu menjalani kehidupan apa adanya. Enjoy aja! Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini aktif di bidang seni dan olahraga. Dia tidak terlalu memikirkan kuliah, karena yang penting dalam hidupnya adalah santai. Biasanya mahasiswa seperti ini lama sekali lulusnya, karena nilainya juga santai.

Mahasiswa Mencari Cinta
Tipikal mahasiswa seperti ini tiada terlalu memikirkan kuliah, tetapi yang dipikirkannya adalah CINTA. Yang penting baginya adalah mendapatkan pacar yang setia. Lulus kuliah cepet-cepet menikah.

Mahasiswa Jomblo Unsold
Tipe mahasiswa seperti ini terkadang dianggap terlalu menyedihkan, karena tiada laku-laku (unsold ). Tapi terkadang mahasiswa memilih jomblo bukan karena tidak laku, tetapi karena ia memang tidak ingin berpacaran demi meraih cita-citanya di masa depan.

Mahasiswa Usil
Tipikal mahasiswa seperti ini sangat senang apabila orang lain menderita. Contohnya sebelum dosen masuk kelas, ia akan mengganti kursi dosen dengan kursi yang rusak biar dosennya patah tulang, atau sebelum dosen masuk, ia menulis kertas di pintu kelas bahwa perkuliahan di kelas hari ini dibatalkan.

Mahasiswa Tak Jelas
Tipikal mahasiswa seperti ini tak bisa dikategorikan, karena terkadang ia seperti pemimpin, terkadang seniman, terkadang pemikir, terkadang santai, terkadang pecinta, terkadang usil, dll. Terkadang aktif keliatan terus, terkadang lenyap hilang entah ke mana.

Mahasiswa Anak Mami
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu pulang di akhir pekan, takut kalau mamanya marah. Ia kuliah demi menyenangkan hati maminya. Kebanyakan tipikal seperti ini tidak menikmati perkuliahannya, karena jurusan perkuliahannya itu pilihan dari sang ibunda, bukan dari kehendak hatinya. Kebanyakan tipe kuliah seperti ini putus di tengah jalan, tetapi semoga kamu tidak!

Mahasiswa Apa Mahasiswi
Sudah jelas sekali bahwa tipikal mahasiswa seperti ini memiliki dua kepribadian, yang pertama wanita yang kedua pria. Orang-orang biasa menyebutnya banci, tidak punya karakter yang jelas.

Mahasiswa Gadungan
Tipe ini sebenarnya bukan mahasiswa, tetapi karena ingin terlihat seperti mahasiswa, maka ia sering nongkrong-nongkrong di kampus orang. Biasanya ia punya tujuan tertentu, seperti mencari seorang cewek idaman atau mau memasang bom di kampus orang.

Mahasiswa Monitor
Mahasiswa seperti ini selalu berhadapan dengan komputer, sampai-sampai mukanya sudah berevolusi seperti monitor. Matanya sudah sebesar mouse, dan rambutnya sudah tak terurus seperti kabel USB atau RJ-45. Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini hobi chatting dan mendapatkan kebutuhannya dari internet. Tetapi mahasiswa seperti ini bagus juga, karena ia tak bakal ketinggalan zaman deh.

Mahasiswa Abadi
Jelas, mahasiswa jenis ini paling betah di kampus, yang di kuliahnya di atas semester 10 tapi masih santai-santai dan belum mikir lulus.

C.   PMII DAN REKAYASA KAMPUS
Dunia perpolitikan mahasiswa yang tak pernah lepas dari wilayah kampus membuat PMII mau atau tidak mau akan terlibat dalam pusaran rebutan kekuasaan kampus. Meskipun diakui ataupun tidak, mahasiswa pada umunya cenderung bersikap apolitis dengan berbagai isu kebijakan birokrat kampus dan para pejabat mahasiswa, namun tetap saja mahasiswa berpolitik dalam arti yang lebih luas. Dikarenakan politik memiliki lingkup yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, tergantung sudut pandang masing-masing.

PMII sebagai organisasi ekstra kampus membina dan mendistribusikan kader-kadernya untuk aktif dalam lembaga-lembaga kampus, bahkan akan mendorong kadaer-kader terbaik memimpin lembaga-lembaga tersebut. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bagi PMII adalah sebagai ruang distribusi kader karena di lembaga tersebut kader PMII bisa menempa dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya agar lebih maju dan profesional.

PMII memandang lembaga intra kampus sangat strategis sebagai wahana kaderisasi. Pada umumnya, ada beberapa jenis lembaga kampus yang memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi kampus dan mahasiswa, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Fakultas/Jurusan (HMF/J) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lembaga-lembaga tersebut bermain dalam wilayah internal kampus dan kepengurusannya berisikan mahasiswa yang tercatat masih aktif program studinya. Secara umum ke tiga jenis lembaga ini memiliki andil penting dalam rekayasa kampus. Mau kemana dan bagaimana nantinya kampus akan dikelola, lembaga inilah yang akan mewujudkannya dalam tataran kerja nyata di lapangan.

Dengan menguasai lembaga intra kampus, PMII akan semakin meneguhkan perjuangannya dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa di segala lapisan baik akademisi, organisatoris hingga preman kampus. Perlu diingat bahwa Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana yang dibuat dalam meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh karena itu tak heran bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari gerakan lembaga kemahasiswaan ini. Adanya lapangan bola, internet, pustaka hingga tempat parkir merupakan fasilitas yang diberikan karena adanya sebuah permintaan yang dalam hal ini diajukan oleh mahasiswa secara umum dan disampaikan kepada pihak birokrat melalui lembgaga kemahasiswaan jalur komunikasi antara mahasiswa dan birokrat kampus. Ketika birokrat kampus serta lembaga-lembaga ini tidak mampu berkoordinasi dalam mengaspirasikan harapan civitas kampus umum, maka akan timbul saling ketidakpercayaan, stagnansi hingga kemerosotan akreditasi kampus dalam tataran akademis, fasilitas dan budaya.

Demikianlah paparan seputar kehidupan perkuliahan, dimana kampus dan mahasiswa berada. Kampus bisa menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengembangkan aktualisasi dan apresiasinya sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan sisi positif yang dimiliki mahasiswa. Kesempatan seperti ini tentu tidak dimiliki mereka yang tidak sempat belajar di kampus.

Sebagai bagian dari elemen mahasiswa, PMII memandang sangat vital keberadaan kampus, tidak hanya semata-mata untuk tempat pembelajaran, tetapi juga sebagai wahana untuk menempa dan mengembangkan bakat potensi yang dimiliki para anggotanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar